PERAN WEBSITE AMERIKA SERIKAT
SEBAGAI ALAT E-DIPLOMASI
KELOMPOK
III
SUWASISTITI
ESTU SETYANDARI (1210521002)
AMIR
(1210521017)
PROGRAM
STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS
EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS
FAJAR
MAKASSAR
2013/2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat
Tuhan yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia yang telah diberikan, kami
dapat menyusun makalah Elektronik Diplomasi. Hubungan yang dilakukan oleh suatu
negara dengan negara lain, tentu saja tidak bisa dilepaskan dengan hal
diplomasi. Dan saat ini Media massapun dapat digunakan sebagai alat diplomasi.
Makalah ini disusun berdasarkan ruang lingkup pada
aspek-aspek yang menjadikan Elektronik sebagai alat E-Diplomasi yang
dilaksanakan oleh Amerika Serikat. Dengan aspek tersebut dapat di harapkan
menjadi pedoman dalam proses belajar mengajar dalam mata kuliah E-Diplomasi
dengan dosen pengasuh Laode Muhammad Fathun, S.IP.
Semoga makalah ini dapat memberikan kontribusi positif.
Dan dari lubuk hati yang paling dalam, sangat disadari makalah ini masih jauh
dari sempurna. Oleh karena itu, saran
dan kritik yang membangun kami
diharapakan.
Makassar, 21 Januari 2015
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
KATA PENGANTAR............................................................................................. ii
DAFTAR ISI........................................................................................................... iii
BAB I : PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 3
BAB II : TEORI KONSEPTUAL........................................................................... 4
A. Teori Media........................................................................................... 4
B. Elektronik Diplomasi............................................................................ 5
BAB III : GAMBARAN UMUM........................................................................... 7
A. Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat Mengenai eDiplomasi............ 7
BAB IV : ANALISIS............................................................................................. 10
A. Peran Website Amerika Serikat Sebagai Alat
E-Diplomasi.................. 10
BAB V :
PENUTUP............................................................................................... 14
A. Kesimpulan.......................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu Hubungan Internasional Identik dengan Negara,
Politik, dan Militer. Ketiga aspek tersebut tidak bisa dipisahkan dari disiplin
ini dan sepertinya masih akan terus mendominasi. Hubungan antar negara-negara
di dunia sendiri bersifat dinamis, berubah-ubah, bahkan sering diwarnai dengan
ketegangan. Untuk itu, instrument yang dinamakan diplomasi sering dipakai dalam
percaturan politik internasional untuk meredakan ketegangan tersebut. Diplomasi
juga dapat digunakan alat untuk mengejar kepentingan dan tujuan politik serta
mempromosikan image suatu Negara di
mata internasional. Diplomasi dapat dibagi atas hard diplomacy dan soft
diplomacy. Diplomasi pertama menekankan adanya penggunaan kekuatan
(militer), sedangkan yang kedua lebih menekankan upayah negosiasi yang damai
tanpa penggunaan kekerasan. Persamaannya adalah bahwa diplomasi tersebut
bercirikan kepada Negara sebagai actor utama.
Kepala Negara dalam menjalankan fungsinya sering
bersinergi dengan actor-aktor lain yang dikenal dengan sebutan non-state actor, seperti Non Govermental Organization (NGO),
Masyarakat Sipil, atau bahkan individu perorangan. Kelebihan actor non-negara
ini dalam menjalankan diplomasinya adalah dapat menjangkau lapisan yang lebih
luas, yaitu lapisan masyarakat yang tidak dapat dijangkau oleh actor Negara
seorang diri. Diplomasi Publik adalah istilah tepat untuk mengambarkannya.
Berbeda dengan diplomasi tradisional yang identik dengan pola government to government, diplomasi
public disisi lain lebih mengarah kepada people
to people. Aktifitas diplomasi public sendiri kerap dijalankan oleh
organisasi maupun individu yang mewakili negaranya dan berinteraksi dengan
masyarakat maupun elemen-elemen non-government
lainnya.[1]
Dan di era revolusi teknologi informasi dan komunikasi
yang telah berkontribusi pada pertumbuhan signifikan dari jumlah media-consumer di dunia sekarang ini,
status sebuah Negara di mata komunitas internasional tidak hanya ditentukan
oleh kekuatan militer dab ekonominya saja tetapi juga oleh nilai-nilai dan
citra dari pemimpin atau Negara tersebut.[2]
Menurut Planning
Group for Intergration of USIA (The United State Information Agency),
diplomas publik adalah diplomasi yang bertujuan untuk mempromosikan kepentingan
nasional Negara melalui pemahaman, peng informasian, dan pemberian pengaruh
kepada masyarakat asing.[3]
Lebih jauh lagi, diplomasi public mengacu pada program-program yang disponsori
oleh pemerintah dengan tujuan mempengaruhi opini public di suatu Negara lewat
publikasi, film, pertukaran budaya, radio, televise, maupun Website.[4]
Amerika serikat adalah salah satu Negara yang terkenal
dengan E-Diplomasinya melalui Website.
Pada era perang dingin yang lalu, Negara ini pernah menjalankan E-diplomasi
melalui telegram dengan tujuan memulihkan hubungan dengan seterusnya saat Uni
Soviet. Selain itu, E-diplomasi Amerika Serikat ini juga bertujuan menyebarkan
nilainya diseluruh dunia, seperti: demokrasi, kebebasan keadilan, dan
sebagainya untuk menandingi komunisme. Upaya ini akhirnya berhasil
mentransformasikan hubungan amerika dengan Uni soviet, khususnya di tatanan
publik/masyarakat yang terlihat dari diterima dengan baiknya kedatangan para
diplomat budaya amerika tersebut saat berkunjung kesana.
Sehingga hal ini menimbulkan pertanyaan besar,
bagaimana hegemoni amerika dapat mempengaruhi dapat menunjukkan kekuatannya
dikanca internasional melalui media sosialnya seperti Website. Situs jejaring sosial ini bisa dengan bagus mempromosikan
demokrasi dan pemahaman yang lebih baik tentang nilai-nilai Amerika di seluruh
dunia dengan potensi ini seperti yang terlihat di update Website selama protes pasca pemilu di Iran. Pemerintah AS merangkul
Website-nya untuk strategi ambisius
mencapai populasi yang sebelumnya untuk dimanfaatkan di seluruh dunia dengan
sebutan E-Diplomasi.
B. Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang, maka permasalahan yang ingin dijawab adalah;
1.
Bagaimana Website Amerika berperan sebai E-Diplomasi
dalam memperkuat hegemoninya di dunia Internasional?
BAB II
TEORI KONSEPTUAL
A. Teori Media
Selama beberapa dekade
dikatakan bahwa media memiliki kekuatan dalam membentuk opini publik. Media
bukan saja dapat membentuk “worldview” masyarakat, namun juga mampu menciptakan
kesadaran dan keyakinan individu akan realitas; sebuah realitas yang telah
didefinisikan oleh media. Media telah memberi efek yang kuat dan langsung
kepada audience (market). Melalui
tiga pendekatan untuk membuktikan apakah media memiliki kekuatan dan pengaruh
dalam memberikan efek yang langsung dan kuat kepada masyarakat dan individu.
Tiga pendekatan yang akan penulis uraikan berikut disarikan dari Katherine
Miller[5],
yakni Teori Agenda Setting, Teori Spiral
of Silence dan Teori Cultivation.
1. Teori Agenda Setting
Munculnya Teori Agenda
Setting merupakan respons terhadap beberapa teori yang telah ada sebelumnya.
Bagi teoritisi Agenda Settin, teori-teori sebelumnya yang banyak berkiblat pada
paradigma Magic Bullet, terlalu terpengaruh pada situasi perang dunia II dan
pola media di masa kejayaan Hitler. Magic Bullet menganggap bahwa media
mempunyai pengaruh yang besar dan efek langsung pada audience yang menjadi
komunikan. Ini mirip dengan orang yang melepaskan tembakan; ketika senjata
meletus, maka pelurunya langsung mengenai sasaran. Ini artinya paradigma Magic
Bullet menganggap bahwa media dapat secara langsung membuat orang meyakini sebuah
realitas ketika realitas itu ditampilkan media.
2.
Teori Spiral of Silence
Setelah melihat fenomena polling masyarakat mengenai dua
partai besar peserta pemilu di Jerman pada masa Perang Dunia II, Christian Democrats Party dan Social Democrats Party, Noelle-Neumann
memformulasikan sebuah teori yang disebut Teori Spiral of Silence, sebuah teori
yang menurutnya melingkupi semua teori mengenai opini publik yang berhubungan
dengan proses tidak seimbang dari psikologi masyarakat, komunikasi interpersonal
dan media massa.
3.
Teori Cultivation
Berbeda dengan dua
teori di atas yang memusatkan perhatian pada efek yang ditimbulkan oleh beragam
jenis media, maka Teori Cultivation lebih terkonsentrasi pada satu jenis media,
yakni televisi. Selain itu teori ini juga berbeda karena memperdiksikan dampak tidak
langsung pada cara berpikir masyarakat mengenai isu-isu tertentu. Teori ini menghadirkan
gambaran media yang lebih sempit pada televisi dan sekaligus lebih luas dengan
berkonsentrasi pada efek konstruk sosial.
B. Elektonik Diplomasi
E-diplomasi adalah tindakan mencoba untuk mencapai tujuan
diplomatik melalui penggunaan Web, media sosial dan teknologi komunikasi pada
umumnya. Konsep ini muncul sebagai akibat dari munculnya media sosial dan
meningkatnya kesadaran kekuatannya. Techopedia menjelaskan E-Diplomasi telah
mampu berkembang karena jalan baru komunikasi telah memperluas lingkup pengaruh
di mana pemerintah merasa perlu kehadiran. Padahal itu sekali lebih mudah bagi
pemerintah untuk mengontrol pesan mereka melalui media penyiaran, media sosial
dapat menjadi lebih kuat mengingat kedekatan dan sifat virus.
Para pendukung berpendapat bahwa media sosial memungkinkan
diplomat untuk melihat gambaran besar lebih jelas, menyebabkan pemahaman yang
lebih baik tentang situasi berdasarkan sudut pandang yang berbeda. Hal ini juga
memungkinkan pemerintah untuk berkomunikasi lebih interaktif dengan berbagai
pemangku kepentingan yang bertentangan dengan sistem komunikasi satu arah di
mana pemerintah secara tradisional mengandalkan hal ini.
Departemen Luar Negeri Amerika Unite adalah pemimpin dalam
bidang e-diplomasi. Menurut BBC, pada Juli 2012, Departemen Luar Negeri
memiliki lebih dari 150 karyawan penuh waktu yang didedikasikan untuk media
sosial.[6]
Konsep "diplomasi digital" ini masih cukup baru, tapi di Internet
tahun mungkin dianggap tidak begitu baru. Konsep diplomasi digital juga telah
disebut eDiplomacy atau diplomasi cyber dan 21st Century kenegaraan, pemerintah Kanada panggilan adalah
"Kebijakan Terbuka" dan lain-lain telah mengadopsi istilah
"ediplomacy" seperti pemerintah Uni Eropa. Apapun, itu dapat disuling
ke penggunaan media sosial dan saluran online untuk penggunaan berkomunikasi
pesan negara untuk masyarakat umum negara lain atau diaspora dalam suatu negara
tuan rumah dengan harapan pesan yang akan berdampak hubungan dengan negara ini.
Fokus e-diplomasi sebagai bagian dari diplomasi publik
sebagai suatu cara bagi negara dalam menjalankan diplomasinya dan
mensosialisasikan kebijakan-kebijakan luar negerinya kepada masyarakat domestik
negara itu sendiri. E-diplomasi sendiri merupakan salah satu kesempatan yang diberikan
sebagai hasil dari kemajuan teknologi komunikasi global yaitu internet. Dalam
diplomasi internet telah berhasil mendemokratisasikan diplomasi dalam bentuknya
yang unik. Diplomasi dengan menggunakan internet sendiri merupakan salah satu
cara dalam melakukan diplomasi yang pada gilirannya akan memberikan akses yang
sangat luas kepada aktor-aktor lain selain negara yang sangat banyak untuk menyuarakan
aspirasi mereka agar dikenal.[7]
.
BAB III
GAMBARAN UMUM
A. Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat
mengenai eDiplomasi[8]
Peran
revolusioner teknologi untuk mengubah kenyataan memaksa kita untuk menguji
ulang pemahaman kita terhadap system politik internasional. Paradigma ke tiga
konstruktivisme menawarkan kunci dalam menggabungkan aspek – aspek liberalis
dan realis ke dalam sebuah kohesif prediksi masa depan politik. Kekhawatiran
terhadap kedaulatan suatu bangsa memacu adanya era informasi yang meruntuhkan
hambatan fisik dan sistem konseptual yang ada. Budaya global dan politik
internasional pun mengalami perubahan.
Interaksi juga
dapat dilakukan ddengan sangat mudah. Kekuasaan yang dulunya hanya dimiliki
oleh Negara-bangsa - partisipasi dalam politik, kontrol komunikasi
transnasional, kemampuan sebagai penyedia informasi yang akurat – saat ini
menjadi fokus utama para pemainya. Kita telah menyaksikan, sejak berakhirnya
perang dingin, para aktor internasional menyusun diplomasinya serta kebijakan
luar negerinya yang mana merupakan dua factor penting dalam hubungan
internasional kontemporer. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
efektif dalam praktek diplomasi. Keberadaan internet dan televisi telah
menggantikan posisi para duta besar sebagai sumber penting informasi luar
negeri.
Interaksi
antara pemerintah AS, media dan publik telah ditandai dengan rasa
ketidakpercayaan dan antagonisme pasca peristiwa 9/11. Saat – saat ini sangat
kontradiktif. Kehidupan sehari – hari bagi banyak orang pun mungkin membutuhkan
suatu hal permanen namun dengan rendah kepedulian seperti kerusakan lingkungan,
bahaya penyakit dan ketidakamanan ekonomi, yang telah diganggu oleh terror,
penyerangan, serta bencana – becana yang tidak dapat diprediksi sebelumnya.
Prinsipnya, jelas tren ini menigkatkan kesulitan yang dialami oleh pembuat
kebijakan untuk menciptakan legitimasi pada public yang tidak dapat percaya,
mencari relevansi dan berita bermutu serta kepentingan pembuat kebijakan dengan
para jurnalis.
Kita bergerak
menuju zaman perbandingan universal. Di dalamnya kita bisa memperbandingkan
media, diri sendiri dan hal – hal lain dengan lebih mudah dan cepat. (Deuze,
2007: 14). Hal ini meningkatkan visibilitas dan publisitas kehidapa
perekonomian, politik, budaya, serta implikasi social (Bauman, 2006). Strategi
diplomasi public paska peristiwa 9/11 yang menggunakan metode yang dibangun
ketika perang dingin tidak berhasil (Kennedy and Lucas, 2005). Menurut
perspektif pemikir pluralis liberal, ekologi media dan online media menawarkan
proses demokratisasi dan resolusi konflik. Para akademisi kritis berpendapat bahwa
media transnasional baru menawarkan pemerintah dan militer alat untuk membangun
propaganda tradisionla bahkan mempengaruhi target perang (Sreberny, 2007).
Salah satu
kontribusi penting diplomasi massa adalah dalam perang melawan teroris.
Walaupun sedikit bertentangan dengan aksi militer dalam jangka pendek, dapat
mempengaruhi opini para pemimpin dan masyarakat umum dalam mendukung ataupun
bersikap apatis terhadap teroris.
Aspek
terpenting dari teknologi, informasi, telah mengubah semua asoek kehidupan masyarakat,
termasuk diplomasi. Seperti yang dikatakan oleh George Gilder “militer AS
adalah sebuah gambaran spektakuler dari penggantian asset – asset fisik dari
informasi.” Informasi membuat dunia menjadi lebih dekat satu sama lainya secara
elektronik maupun budaya. Efek demokratisasi pun bisa diciptakan oleh media
massa dan satelit real-time yang menghubungkan setiap sudut di dunia ini.
Bahkan masalah kecil bisa menjadi isu kebijakan mayor jika ditangkap oleh pers
– hal ini biasa disebut “efek CNN”. Kekuatan global dari penyiaran berita
secara langsung ini menjadi sebuah tantangan tersendiri terhadap hubungan
masyarakat dan pemerintah dalam hal publikasi. Internet pun sebagai salah satu
media dengan harga yang saat ini relative terjangkau dalam mentransformasikan
informasi, memberikan kemampuan bagi masyarakat untuk menghindari konvensional
mediator yang memiliki kekuasaan dalam pengontrolan informasi seperti
pemerintah nasional, badan diplomatic, perusahaan transnasional, serta
organisasi – organisasi yang bergerak di bidang pemberitaan.
Fenomena baru
ini dinamakan netpolitik sebagai hasil improvisasi dari realpoiltics.
Realpolitics, istilah dalam bahasa Jerman yang berarti kekuasaan politik,
adalah pendekatan dalam diplomasi internasional yang lebih berdasarkan kekuatan
daripada moralitas dan opini dunia. Netpolitik merupakan sebuah mode baru dari
diplomasi yang menggunakan kemampuan maksimal internet untuk membentuk politik,
budaya, nilai dan identitas pribadi. Jadi, netpolitik ini berkisar tentang isu
– isu yang lebih lunak seperti legitimasi moral, identitas budaya, nilai –
nilai sosial serta persepsi public.
Media global
saat ini ada dimana – mana, pemerintah pun dituntut harus siap untuk
mempersiapkan image dan pesan – pesan yang baik kepada masyarakat. Jika sebuah
Negara bisa membuat legitimasi kekuasaanya dapat dilihat oleh setiap orang
serta mendirikan institusi internasional dalam rangka mengidentifikasikan
kepentingan mereka dengan cara – cara yang bersahabat, maka tidak akan
dibutuhkan harga yang cukup mahal untuk membayar semua itu.
BAB IV
ANALISIS
A. Peran Website Amerika Serikat Sebagai
E-Diplomasi
Diplomasi
publik dan ahli komunikasi strategis dalam pemerintah AS mengeksplorasi potensi
media sosial seperti Website dalam
upaya untuk memenangkan hati dan pikiran di luar negeri, terutama di dunia
Muslim di mana perang ide yang sedang berjuang. Musuh Amerika Serikat sudah
ahli dalam menggunakan alat penjangkauan murah ini yang dapat menghubungkan
ribuan, bahkan jutaan berpotensi, dengan satu sentuhan tombol komputer atau
tombol ponsel. Sebagai urusan publik blogger menurut Matt Armstrong.
Dalam
era informasi ini massa dan media persis dipandu, semua orang dari kandidat
politik untuk teroris harus segera dan terus menerus berinteraksi dengan
penonton dan berpengaruh agar relevan dan kompetitif. Mengabaikan kegunaan
media sosial sama saja dengan menyerahkan tanah tinggi dalam pertempuran abadi
untuk mempengaruhi pikiran seluruh dunia.[9]
Kecenderungan
menuju media Website dalam pemerintah
AS dimulai pada awal 1990-an, ketika internet cepat menjadi alat sehari-hari
dalam bisnis dan rumah. Dalam beberapa tahun terakhir, secara online media
sosial juga bisa diakses di seluruh dunia. Misalnya, Website yang sampai saat ini hanya sebuah situs jejaring sosial
untuk pemerintah dengan pemerintah maupun pemerintah dengan individu.
Pemerintahan
Obama berupa potensi media Website,
setelah menjalankan kampanye yang paling tech-savvy dalam sejarah Amerika.
Bahkan, jangkauan media baru saat ini kekuatan utama dari inovasi diplomasi
publik dari Departemen Luar Negeri di bawah Judith McHale, yang Wakil Negara
untuk Diplomasi Publik. Namun, sebagian karena kebaruan dorong kebijakan ini
dalam diplomasi publik (yang pada dasarnya tanggal kembali ke pidato Kairo
Presiden Obama untuk khalayak Arab Juni lalu disertai bythe distribusi massa
elektronik pemerintah AS pidatonya, dan bertepatan dengan mengambil kantor
McHale), dan sebagian karena kelonggaran media Website dalam berbagai instansi pemerintah, ada sedikit data untuk
mengukur dan menganalisis efektivitas baru pemerintah AS media dan dampaknya.
Diskusi kebutuhan Departemen
Luar Negeri untuk merangkul teknologi
baru, khususnya memanfaatkan kapasitas
Internet yang luar biasa bagi keterlibatan publik yang efektif,
kembali sedikit lebih dari satu dekade.
Langkah awal yang
diambil oleh Joseph Duffey,
direktur Badan Amerika
Serikat Informasi (USIA) di bawah Presiden Bill Clinton:
Untuk menghemat uang, Duffey pindah kegiatan USIA
tertentu untuk platform komputer,
menutup beberapa publikasi cetak mahal badan.
Perubahan, bagaimanapun, mulai digalakkan pada tahun 2000,
setelah penyerapan USIA oleh Departemen Luar Negeri, di mana program-program budaya dan
pertukaran USIA yang menjadi Program Informasi
Internasional (IIP) dan pejabat
diplomasi publik menjadi
staf untuk meja Departemen
Luar Negeri daerah dan bekerja di lapangan dalam kedutaan AS.
Pada
tahun 2000, Ira Magazincr, Presiden Clinton "tsar Internet"
penjelasan pejabat Departemen Luar Negeri pada kebutuhan untuk Amerika Serikat
untuk menjadi lebih terlibat dalam diplomasi publik. Sebagai Internet dengan
cepat menjadi lebih sangat terintegrasi ke dalam kehidupan sehari-hari, ia
berpendapat bahwa rata-rata orang sekarang bisa dikaitkan dengan jumlah yang
hampir tak terbatas informasi, memerlukan keterbukaan dan keterlibatan pada
bagian dari pemerintah.
Senator
George Allen, ketua Task Force Republik High Tech, menggemakan ide-ide yang
sama di NetDiplomacy konferensi tahun 2001, mengacu pada internet sebagai
"versi modern dari mesin cetak Gutenberg," menganjurkan penggunaannya
untuk "membubarkan ide-ide kami," menyebarkan demokrasi cita-cita
dalam masyarakat yang sebelumnya tidak dapat diakses di seluruh dunia,
"[semoga] mengarah ke kebebasan yang lebih besar."[10]
Meskipun kebutuhan untuk keterlibatan AS diplomatik di Internet secara luas dipahami, pada tahun 2000 dan 2001, pertanyaan apa
yang harus diposting online dan
cara terbaik untuk mencapai tujuan diplomatik Amerika tetap
menjadi subyek perdebatan. Sebagai
Richard Solomon dari
US Institute of Peace menyatakan pada tahun 2000, "kesempatan yang ada untuk Negara untuk
memadamkan perspektif Amerika
pada hampir setiap masalah, bagi siapa pun untuk mengambil, pertanyaannya adalah: Apa yang harus pemerintah akan memadamkan?"[11] Hal ini adil untuk mengatakan bahwa pertanyaan ini masih diperdebatkan.
Laporan
tahunan Komisi Penasehat Diplomasi Publik pada tahun 2004 direkomendasikan
Negara itu "secara aktif mencari cara untuk menggunakan muncul
perkembangan software untuk memperluas jangkauan siaran ... melalui
internet," tapi permintaan anggaran hingga akhir tahun 2006, yang berusaha
untuk meningkatkan pendanaan untuk diplomasi publik, masih tidak termasuk dana
untuk teknologi yang lebih baru, lebih memilih alat bukan lebih tradisional
seperti radio.[12]
Ia
tidak sampai 2006 bahwa Menteri Luar Negeri Condoleezza Rice menyatakan niatnya
untuk "mengatur" posting virtual, 'di mana orang dapat mengunjungi
situs web dan chatting online dengan diplomat AS. Menurut Colleen Graffy,
Deputi Asisten Menteri negara Diplomasi Publik di bawah Presiden George W.
Bush, blog entry Departemen Luar Negeri pertama diposting oleh penasihat hukum
senior John Bellinger III di penampilan tamu di blog opinio Juris pada bulan
Januari 2007. Hal ini diikuti sembilan bulan kemudian ketika Departemen Luar
Negeri resmi bergabung blogosphere dengan blog sendiri, Dipnote, pada diplomasi
publik.
Kedatangan
America.gov, kepala Portal diplomasi publik pemerintah AS, yang diluncurkan
oleh Biro Departemen Luar Negeri Program Informasi Internasional pada bulan
Januari 2007, telah banyak dipuji oleh para diplomat Amerika. America.gov
menyediakan fitur pada kehidupan Amerika serta perbuatan Presiden dan Menteri
Luar Negeri dan berfungsi sebagai platform untuk seluruh host media interaktif
- Webcast, blog, video, YouTube, Twitter, Facebook, dan bahkan Second Life ,
3-D dunia maya di mana pengguna dapat bersosialisasi dengan suara gratis dan
teks chat. Salah satu terbaru baru usaha media Departemen Luar Negeri adalah
Co.Nx, program web conferencing yang menghubungkan AS ahli dalam berbagai
bidang dengan penonton asing serta kedutaan besar AS.[13]
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ilmu Hubungan Internasional Identik dengan Negara,
Politik, dan Militer. Ketiga aspek tersebut tidak bisa dipisahkan dari disiplin
ini dan sepertinya masih akan terus mendominasi. Hubungan antar negara-negara
di dunia sendiri bersifat dinamis, berubah-ubah, bahkan sering diwarnai dengan
ketegangan. Dalam era informasi ini massa dan media
persis dipandu, semua orang dari kandidat politik untuk teroris harus segera
dan terus menerus berinteraksi dengan penonton dan berpengaruh agar relevan dan
kompetitif. Mengabaikan kegunaan media sosial sama saja dengan menyerahkan
tanah tinggi dalam pertempuran abadi untuk mempengaruhi pikiran seluruh dunia.
Kecenderungan menuju media
Website dalam pemerintah AS dimulai pada awal 1990-an, ketika internet cepat
menjadi alat sehari-hari dalam bisnis dan rumah. Dalam beberapa tahun terakhir,
secara online media sosial juga bisa diakses di seluruh dunia. Misalnya,
Website yang sampai saat ini hanya sebuah situs jejaring sosial untuk
pemerintah dengan pemerintah maupun pemerintah dengan individu.
DAFTAR PUSTAKA
About
U.S Public Diplomacy: What public diplomacy is and is not, diakses dari: http://publicdiplomacy.org/pages/index.php?page=about-public-diplomacy,
22
Januari 2015, pukul 08.04 Wita.
Bryant Jordan, “Net Diplomacy,”Federal Computer Week,
October 29, 2000, at http://www.fcw.com/Articles/2000/10/29/Net-diplomacy.aspx
(Januari 22, 2015).
Cara Garretson, “Senator Says Internet Essential for
Diplomacy,” CNN.com, September 6, 2001, at http://archives.cnn.com/2001/TECH/internet/09/06/internet.diplomacy.idg/index.html
(Januari 22, 2015)
Gilboa, E. (2006) Public Diplomacy: The Missing
Component in Israel’s Foregin Policy, Israel Affairs 12(4), p. 715
Hampton Stephens, “Uncle Sam’s Blog,”The Boston Globe,
March 14, 2005, at
http://www.boston.com/news/globe/editorial_opinion/oped/articles/2005/03/14/uncle_sams_blog/(Januari
22, 2015).
Jeremy Curtain, “U.S. Public Diplomacy 2.0,”Public
Diplomacy, January 22, 2015, at
http://publicdiplomacymagazine.com/forum/us-public-diplomacy-20
Matt C.
Armstrong, “Social Media as Public Diplomacy,”Perspectives, Vol. 1, No. 2 (June
2009), at
http://www.layaline.tv/publications/Perspectives/MattArmstrong.html(January 22,
2015).
Oktavia
Maludin. Peran e-diplomasi dalam confidence building measures : Studi kasus
Australia pada ASEAN Regional Forum. Deskripsi Dokumen:
http://lontar.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=71517&lokasi=lokal.
diakses 22 Januari 2015. Pukul. 09.31 Wita
RobbyMilana.http://documentstore.weebly.com/uploads/4/2/2/7/4227221/review_teori_media.pdf.
diakses 22 Januari 2015. Pukul. 09.31 Wita
U.S. department of State, Dictory of International
Relation Terms, 1987, Dept. of State Library p. 85
http://www.techopedia.com/definition/29050/ediplomacy.
diakses 22 Januari 2015. Pukul. 09.31 Wita
http://politik.kompasiana.com/2011/06/20/perkembangan-cnn-dan-internet-yang-mempengaruhi-diplomasi-pembuatan-kebijakan-luar-negeri-amerika-serikat-374289.html.
diakses 22 Januari 2015. Pukul. 09.31 Wita.
[1] About U.S Public Diplomacy: What public diplomacy is
and is not, diakses dari: http://publicdiplomacy.org/pages/index.php?page=about-public-diplomacy, 22 Januari 2015, pukul 08.04 Wita.
[2] Gilboa,
E. (2006) Public Diplomacy: The Missing Component in Israel’s Foregin Policy, Israel Affairs 12(4), p. 715
[3] Loc. Cit. p. 73
[4] U.S.
department of State, Dictory of International Relation Terms, 1987, Dept. of
State Library p. 85
[5]RobbyMilana.http://documentstore.weebly.com/uploads/4/2/2/7/4227221/review_teori_media.pdf.
diakses 22 Januari 2015. Pukul. 09.31 Wita
[6] http://www.techopedia.com/definition/29050/ediplomacy. diakses 22 Januari 2015. Pukul. 09.31 Wita
[7] Oktavia Maludin. Peran e-diplomasi dalam confidence building
measures : Studi kasus Australia pada ASEAN Regional Forum. Deskripsi Dokumen: http://lontar.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=71517&lokasi=lokal. diakses 22 Januari
2015. Pukul. 09.31 Wita
[8] http://politik.kompasiana.com/2011/06/20/perkembangan-cnn-dan-internet-yang-mempengaruhi-diplomasi-pembuatan-kebijakan-luar-negeri-amerika-serikat-374289.html. diakses 22 Januari 2015. Pukul. 09.31 Wita.
[9] Matt C.
Armstrong, “Social Media as Public Diplomacy,”Perspectives, Vol. 1, No. 2 (June
2009), at http://www.layaline.tv/publications/Perspectives/MattArmstrong.html(January
22, 2015).
[10] Cara Garretson, “Senator Says Internet Essential for
Diplomacy,” CNN.com, September 6, 2001, at http://archives.cnn.com/2001/TECH/internet/09/06/internet.diplomacy.idg/index.html (Januari 22, 2015)
[11] Bryant Jordan, “Net Diplomacy,”Federal Computer Week,
October 29, 2000, at http://www.fcw.com/Articles/2000/10/29/Net-diplomacy.aspx (Januari 22, 2015).
[12] Hampton Stephens, “Uncle Sam’s Blog,”The Boston
Globe, March 14, 2005, at
http://www.boston.com/news/globe/editorial_opinion/oped/articles/2005/03/14/uncle_sams_blog/(Januari
22, 2015).
[13] Jeremy
Curtain, “U.S. Public Diplomacy 2.0,”Public Diplomacy, January 22, 2015, at
http://publicdiplomacymagazine.com/forum/us-public-diplomacy-20
Tidak ada komentar:
Posting Komentar