Senin, 02 Maret 2015

PERAN WEBSITE AMERIKA SERIKAT SEBAGAI ALAT E-DIPLOMASI



PERAN WEBSITE AMERIKA SERIKAT SEBAGAI ALAT E-DIPLOMASI











KELOMPOK III

SUWASISTITI ESTU SETYANDARI    (1210521002)
AMIR                                                          (1210521017)


PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS FAJAR
MAKASSAR
2013/2014


KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia yang telah diberikan, kami dapat menyusun makalah Elektronik Diplomasi. Hubungan yang dilakukan oleh suatu negara dengan negara lain, tentu saja tidak bisa dilepaskan dengan hal diplomasi. Dan saat ini Media massapun dapat digunakan sebagai alat diplomasi.
Makalah ini disusun berdasarkan ruang lingkup pada aspek-aspek yang menjadikan Elektronik sebagai alat E-Diplomasi yang dilaksanakan oleh Amerika Serikat. Dengan aspek tersebut dapat di harapkan menjadi pedoman dalam proses belajar mengajar dalam mata kuliah E-Diplomasi dengan dosen pengasuh Laode Muhammad Fathun, S.IP.
Semoga makalah ini dapat memberikan kontribusi positif. Dan dari lubuk hati yang paling dalam, sangat disadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,  saran dan  kritik yang membangun kami diharapakan.

Makassar, 21 Januari 2015


   Penulis










DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
KATA PENGANTAR............................................................................................. ii
DAFTAR ISI........................................................................................................... iii
BAB I : PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A.    Latar Belakang...................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah................................................................................. 3
BAB II : TEORI KONSEPTUAL........................................................................... 4
A.    Teori Media........................................................................................... 4
B.     Elektronik Diplomasi............................................................................ 5
BAB III : GAMBARAN UMUM........................................................................... 7
A. Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat Mengenai eDiplomasi............ 7
BAB IV : ANALISIS............................................................................................. 10
A.  Peran Website Amerika Serikat Sebagai Alat E-Diplomasi.................. 10
BAB V  : PENUTUP............................................................................................... 14
A.    Kesimpulan.......................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 15



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Ilmu Hubungan Internasional Identik dengan Negara, Politik, dan Militer. Ketiga aspek tersebut tidak bisa dipisahkan dari disiplin ini dan sepertinya masih akan terus mendominasi. Hubungan antar negara-negara di dunia sendiri bersifat dinamis, berubah-ubah, bahkan sering diwarnai dengan ketegangan. Untuk itu, instrument yang dinamakan diplomasi sering dipakai dalam percaturan politik internasional untuk meredakan ketegangan tersebut. Diplomasi juga dapat digunakan alat untuk mengejar kepentingan dan tujuan politik serta mempromosikan image suatu Negara di mata internasional. Diplomasi dapat dibagi atas hard diplomacy dan soft diplomacy. Diplomasi pertama menekankan adanya penggunaan kekuatan (militer), sedangkan yang kedua lebih menekankan upayah negosiasi yang damai tanpa penggunaan kekerasan. Persamaannya adalah bahwa diplomasi tersebut bercirikan kepada Negara sebagai actor utama.
Kepala Negara dalam menjalankan fungsinya sering bersinergi dengan actor-aktor lain yang dikenal dengan sebutan non-state actor, seperti Non Govermental Organization (NGO), Masyarakat Sipil, atau bahkan individu perorangan. Kelebihan actor non-negara ini dalam menjalankan diplomasinya adalah dapat menjangkau lapisan yang lebih luas, yaitu lapisan masyarakat yang tidak dapat dijangkau oleh actor Negara seorang diri. Diplomasi Publik adalah istilah tepat untuk mengambarkannya. Berbeda dengan diplomasi tradisional yang identik dengan pola government to government, diplomasi public disisi lain lebih mengarah kepada people to people. Aktifitas diplomasi public sendiri kerap dijalankan oleh organisasi maupun individu yang mewakili negaranya dan berinteraksi dengan masyarakat maupun elemen-elemen non-government lainnya.[1]
Dan di era revolusi teknologi informasi dan komunikasi yang telah berkontribusi pada pertumbuhan signifikan dari jumlah media-consumer di dunia sekarang ini, status sebuah Negara di mata komunitas internasional tidak hanya ditentukan oleh kekuatan militer dab ekonominya saja tetapi juga oleh nilai-nilai dan citra dari pemimpin atau Negara tersebut.[2]
Menurut Planning Group for Intergration of USIA (The United State Information Agency), diplomas publik adalah diplomasi yang bertujuan untuk mempromosikan kepentingan nasional Negara melalui pemahaman, peng informasian, dan pemberian pengaruh kepada masyarakat asing.[3] Lebih jauh lagi, diplomasi public mengacu pada program-program yang disponsori oleh pemerintah dengan tujuan mempengaruhi opini public di suatu Negara lewat publikasi, film, pertukaran budaya, radio, televise, maupun Website.[4]
Amerika serikat adalah salah satu Negara yang terkenal dengan E-Diplomasinya melalui Website. Pada era perang dingin yang lalu, Negara ini pernah menjalankan E-diplomasi melalui telegram dengan tujuan memulihkan hubungan dengan seterusnya saat Uni Soviet. Selain itu, E-diplomasi Amerika Serikat ini juga bertujuan menyebarkan nilainya diseluruh dunia, seperti: demokrasi, kebebasan keadilan, dan sebagainya untuk menandingi komunisme. Upaya ini akhirnya berhasil mentransformasikan hubungan amerika dengan Uni soviet, khususnya di tatanan publik/masyarakat yang terlihat dari diterima dengan baiknya kedatangan para diplomat budaya amerika tersebut saat berkunjung kesana.
Sehingga hal ini menimbulkan pertanyaan besar, bagaimana hegemoni amerika dapat mempengaruhi dapat menunjukkan kekuatannya dikanca internasional melalui media sosialnya seperti Website. Situs jejaring sosial ini bisa dengan bagus mempromosikan demokrasi dan pemahaman yang lebih baik tentang nilai-nilai Amerika di seluruh dunia dengan potensi ini seperti yang terlihat di update Website selama protes pasca pemilu di Iran. Pemerintah AS merangkul Website-nya untuk strategi ambisius mencapai populasi yang sebelumnya untuk dimanfaatkan di seluruh dunia dengan sebutan E-Diplomasi.
B.  Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang, maka permasalahan yang ingin dijawab adalah;
1.      Bagaimana Website Amerika berperan sebai E-Diplomasi dalam memperkuat hegemoninya di dunia Internasional?
















BAB II
TEORI KONSEPTUAL
A.  Teori Media
Selama beberapa dekade dikatakan bahwa media memiliki kekuatan dalam membentuk opini publik. Media bukan saja dapat membentuk “worldview” masyarakat, namun juga mampu menciptakan kesadaran dan keyakinan individu akan realitas; sebuah realitas yang telah didefinisikan oleh media. Media telah memberi efek yang kuat dan langsung kepada audience (market). Melalui tiga pendekatan untuk membuktikan apakah media memiliki kekuatan dan pengaruh dalam memberikan efek yang langsung dan kuat kepada masyarakat dan individu. Tiga pendekatan yang akan penulis uraikan berikut disarikan dari Katherine Miller[5], yakni Teori Agenda Setting, Teori Spiral of Silence dan Teori Cultivation.
1.    Teori Agenda Setting
Munculnya Teori Agenda Setting merupakan respons terhadap beberapa teori yang telah ada sebelumnya. Bagi teoritisi Agenda Settin, teori-teori sebelumnya yang banyak berkiblat pada paradigma Magic Bullet, terlalu terpengaruh pada situasi perang dunia II dan pola media di masa kejayaan Hitler. Magic Bullet menganggap bahwa media mempunyai pengaruh yang besar dan efek langsung pada audience yang menjadi komunikan. Ini mirip dengan orang yang melepaskan tembakan; ketika senjata meletus, maka pelurunya langsung mengenai sasaran. Ini artinya paradigma Magic Bullet menganggap bahwa media dapat secara langsung membuat orang meyakini sebuah realitas ketika realitas itu ditampilkan media.
2.    Teori Spiral of Silence
Setelah melihat fenomena polling masyarakat mengenai dua partai besar peserta pemilu di Jerman pada masa Perang Dunia II, Christian Democrats Party dan Social Democrats Party, Noelle-Neumann memformulasikan sebuah teori yang disebut Teori Spiral of Silence, sebuah teori yang menurutnya melingkupi semua teori mengenai opini publik yang berhubungan dengan proses tidak seimbang dari psikologi masyarakat, komunikasi interpersonal dan media massa.
3.    Teori Cultivation
Berbeda dengan dua teori di atas yang memusatkan perhatian pada efek yang ditimbulkan oleh beragam jenis media, maka Teori Cultivation lebih terkonsentrasi pada satu jenis media, yakni televisi. Selain itu teori ini juga berbeda karena memperdiksikan dampak tidak langsung pada cara berpikir masyarakat mengenai isu-isu tertentu. Teori ini menghadirkan gambaran media yang lebih sempit pada televisi dan sekaligus lebih luas dengan berkonsentrasi pada efek konstruk sosial.
B.  Elektonik Diplomasi
E-diplomasi adalah tindakan mencoba untuk mencapai tujuan diplomatik melalui penggunaan Web, media sosial dan teknologi komunikasi pada umumnya. Konsep ini muncul sebagai akibat dari munculnya media sosial dan meningkatnya kesadaran kekuatannya. Techopedia menjelaskan E-Diplomasi telah mampu berkembang karena jalan baru komunikasi telah memperluas lingkup pengaruh di mana pemerintah merasa perlu kehadiran. Padahal itu sekali lebih mudah bagi pemerintah untuk mengontrol pesan mereka melalui media penyiaran, media sosial dapat menjadi lebih kuat mengingat kedekatan dan sifat virus.
Para pendukung berpendapat bahwa media sosial memungkinkan diplomat untuk melihat gambaran besar lebih jelas, menyebabkan pemahaman yang lebih baik tentang situasi berdasarkan sudut pandang yang berbeda. Hal ini juga memungkinkan pemerintah untuk berkomunikasi lebih interaktif dengan berbagai pemangku kepentingan yang bertentangan dengan sistem komunikasi satu arah di mana pemerintah secara tradisional mengandalkan hal ini.
Departemen Luar Negeri Amerika Unite adalah pemimpin dalam bidang e-diplomasi. Menurut BBC, pada Juli 2012, Departemen Luar Negeri memiliki lebih dari 150 karyawan penuh waktu yang didedikasikan untuk media sosial.[6] Konsep "diplomasi digital" ini masih cukup baru, tapi di Internet tahun mungkin dianggap tidak begitu baru. Konsep diplomasi digital juga telah disebut eDiplomacy atau diplomasi cyber dan 21st Century kenegaraan, pemerintah Kanada panggilan adalah "Kebijakan Terbuka" dan lain-lain telah mengadopsi istilah "ediplomacy" seperti pemerintah Uni Eropa. Apapun, itu dapat disuling ke penggunaan media sosial dan saluran online untuk penggunaan berkomunikasi pesan negara untuk masyarakat umum negara lain atau diaspora dalam suatu negara tuan rumah dengan harapan pesan yang akan berdampak hubungan dengan negara ini.
Fokus e-diplomasi sebagai bagian dari diplomasi publik sebagai suatu cara bagi negara dalam menjalankan diplomasinya dan mensosialisasikan kebijakan-kebijakan luar negerinya kepada masyarakat domestik negara itu sendiri. E-diplomasi sendiri merupakan salah satu kesempatan yang diberikan sebagai hasil dari kemajuan teknologi komunikasi global yaitu internet. Dalam diplomasi internet telah berhasil mendemokratisasikan diplomasi dalam bentuknya yang unik. Diplomasi dengan menggunakan internet sendiri merupakan salah satu cara dalam melakukan diplomasi yang pada gilirannya akan memberikan akses yang sangat luas kepada aktor-aktor lain selain negara yang sangat banyak untuk menyuarakan aspirasi mereka agar dikenal.[7]

.



BAB III
GAMBARAN UMUM
A.  Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat mengenai eDiplomasi[8]
Peran revolusioner teknologi untuk mengubah kenyataan memaksa kita untuk menguji ulang pemahaman kita terhadap system politik internasional. Paradigma ke tiga konstruktivisme menawarkan kunci dalam menggabungkan aspek – aspek liberalis dan realis ke dalam sebuah kohesif prediksi masa depan politik. Kekhawatiran terhadap kedaulatan suatu bangsa memacu adanya era informasi yang meruntuhkan hambatan fisik dan sistem konseptual yang ada. Budaya global dan politik internasional pun mengalami perubahan.
Interaksi juga dapat dilakukan ddengan sangat mudah. Kekuasaan yang dulunya hanya dimiliki oleh Negara-bangsa - partisipasi dalam politik, kontrol komunikasi transnasional, kemampuan sebagai penyedia informasi yang akurat – saat ini menjadi fokus utama para pemainya. Kita telah menyaksikan, sejak berakhirnya perang dingin, para aktor internasional menyusun diplomasinya serta kebijakan luar negerinya yang mana merupakan dua factor penting dalam hubungan internasional kontemporer. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi efektif dalam praktek diplomasi. Keberadaan internet dan televisi telah menggantikan posisi para duta besar sebagai sumber penting informasi luar negeri.
Interaksi antara pemerintah AS, media dan publik telah ditandai dengan rasa ketidakpercayaan dan antagonisme pasca peristiwa 9/11. Saat – saat ini sangat kontradiktif. Kehidupan sehari – hari bagi banyak orang pun mungkin membutuhkan suatu hal permanen namun dengan rendah kepedulian seperti kerusakan lingkungan, bahaya penyakit dan ketidakamanan ekonomi, yang telah diganggu oleh terror, penyerangan, serta bencana – becana yang tidak dapat diprediksi sebelumnya. Prinsipnya, jelas tren ini menigkatkan kesulitan yang dialami oleh pembuat kebijakan untuk menciptakan legitimasi pada public yang tidak dapat percaya, mencari relevansi dan berita bermutu serta kepentingan pembuat kebijakan dengan para jurnalis.
Kita bergerak menuju zaman perbandingan universal. Di dalamnya kita bisa memperbandingkan media, diri sendiri dan hal – hal lain dengan lebih mudah dan cepat. (Deuze, 2007: 14). Hal ini meningkatkan visibilitas dan publisitas kehidapa perekonomian, politik, budaya, serta implikasi social (Bauman, 2006). Strategi diplomasi public paska peristiwa 9/11 yang menggunakan metode yang dibangun ketika perang dingin tidak berhasil (Kennedy and Lucas, 2005). Menurut perspektif pemikir pluralis liberal, ekologi media dan online media menawarkan proses demokratisasi dan resolusi konflik. Para akademisi kritis berpendapat bahwa media transnasional baru menawarkan pemerintah dan militer alat untuk membangun propaganda tradisionla bahkan mempengaruhi target perang (Sreberny, 2007).
Salah satu kontribusi penting diplomasi massa adalah dalam perang melawan teroris. Walaupun sedikit bertentangan dengan aksi militer dalam jangka pendek, dapat mempengaruhi opini para pemimpin dan masyarakat umum dalam mendukung ataupun bersikap apatis terhadap teroris.
Aspek terpenting dari teknologi, informasi, telah mengubah semua asoek kehidupan masyarakat, termasuk diplomasi. Seperti yang dikatakan oleh George Gilder “militer AS adalah sebuah gambaran spektakuler dari penggantian asset – asset fisik dari informasi.” Informasi membuat dunia menjadi lebih dekat satu sama lainya secara elektronik maupun budaya. Efek demokratisasi pun bisa diciptakan oleh media massa dan satelit real-time yang menghubungkan setiap sudut di dunia ini. Bahkan masalah kecil bisa menjadi isu kebijakan mayor jika ditangkap oleh pers – hal ini biasa disebut “efek CNN”. Kekuatan global dari penyiaran berita secara langsung ini menjadi sebuah tantangan tersendiri terhadap hubungan masyarakat dan pemerintah dalam hal publikasi. Internet pun sebagai salah satu media dengan harga yang saat ini relative terjangkau dalam mentransformasikan informasi, memberikan kemampuan bagi masyarakat untuk menghindari konvensional mediator yang memiliki kekuasaan dalam pengontrolan informasi seperti pemerintah nasional, badan diplomatic, perusahaan transnasional, serta organisasi – organisasi yang bergerak di bidang pemberitaan.
Fenomena baru ini dinamakan netpolitik sebagai hasil improvisasi dari realpoiltics. Realpolitics, istilah dalam bahasa Jerman yang berarti kekuasaan politik, adalah pendekatan dalam diplomasi internasional yang lebih berdasarkan kekuatan daripada moralitas dan opini dunia. Netpolitik merupakan sebuah mode baru dari diplomasi yang menggunakan kemampuan maksimal internet untuk membentuk politik, budaya, nilai dan identitas pribadi. Jadi, netpolitik ini berkisar tentang isu – isu yang lebih lunak seperti legitimasi moral, identitas budaya, nilai – nilai sosial serta persepsi public.
Media global saat ini ada dimana – mana, pemerintah pun dituntut harus siap untuk mempersiapkan image dan pesan – pesan yang baik kepada masyarakat. Jika sebuah Negara bisa membuat legitimasi kekuasaanya dapat dilihat oleh setiap orang serta mendirikan institusi internasional dalam rangka mengidentifikasikan kepentingan mereka dengan cara – cara yang bersahabat, maka tidak akan dibutuhkan harga yang cukup mahal untuk membayar semua itu.







BAB IV
ANALISIS
A.      Peran Website Amerika Serikat Sebagai E-Diplomasi
Diplomasi publik dan ahli komunikasi strategis dalam pemerintah AS mengeksplorasi potensi media sosial seperti Website dalam upaya untuk memenangkan hati dan pikiran di luar negeri, terutama di dunia Muslim di mana perang ide yang sedang berjuang. Musuh Amerika Serikat sudah ahli dalam menggunakan alat penjangkauan murah ini yang dapat menghubungkan ribuan, bahkan jutaan berpotensi, dengan satu sentuhan tombol komputer atau tombol ponsel. Sebagai urusan publik blogger menurut Matt Armstrong.
Dalam era informasi ini massa dan media persis dipandu, semua orang dari kandidat politik untuk teroris harus segera dan terus menerus berinteraksi dengan penonton dan berpengaruh agar relevan dan kompetitif. Mengabaikan kegunaan media sosial sama saja dengan menyerahkan tanah tinggi dalam pertempuran abadi untuk mempengaruhi pikiran seluruh dunia.[9]
Kecenderungan menuju media Website dalam pemerintah AS dimulai pada awal 1990-an, ketika internet cepat menjadi alat sehari-hari dalam bisnis dan rumah. Dalam beberapa tahun terakhir, secara online media sosial juga bisa diakses di seluruh dunia. Misalnya, Website yang sampai saat ini hanya sebuah situs jejaring sosial untuk pemerintah dengan pemerintah maupun pemerintah dengan individu.
Pemerintahan Obama berupa potensi media Website, setelah menjalankan kampanye yang paling tech-savvy dalam sejarah Amerika. Bahkan, jangkauan media baru saat ini kekuatan utama dari inovasi diplomasi publik dari Departemen Luar Negeri di bawah Judith McHale, yang Wakil Negara untuk Diplomasi Publik. Namun, sebagian karena kebaruan dorong kebijakan ini dalam diplomasi publik (yang pada dasarnya tanggal kembali ke pidato Kairo Presiden Obama untuk khalayak Arab Juni lalu disertai bythe distribusi massa elektronik pemerintah AS pidatonya, dan bertepatan dengan mengambil kantor McHale), dan sebagian karena kelonggaran media Website dalam berbagai instansi pemerintah, ada sedikit data untuk mengukur dan menganalisis efektivitas baru pemerintah AS media dan dampaknya.
Diskusi kebutuhan Departemen Luar Negeri untuk merangkul teknologi baru, khususnya memanfaatkan kapasitas Internet yang luar biasa bagi keterlibatan publik yang efektif, kembali sedikit lebih dari satu dekade. Langkah awal yang diambil oleh Joseph Duffey, direktur Badan Amerika Serikat Informasi (USIA) di bawah Presiden Bill Clinton: Untuk menghemat uang, Duffey pindah kegiatan USIA tertentu untuk platform komputer, menutup beberapa publikasi cetak mahal badan. Perubahan, bagaimanapun, mulai digalakkan pada tahun 2000, setelah penyerapan USIA oleh Departemen Luar Negeri, di mana program-program budaya dan pertukaran USIA yang menjadi Program Informasi Internasional (IIP) dan pejabat diplomasi publik menjadi staf untuk meja Departemen Luar Negeri daerah dan bekerja di lapangan dalam kedutaan AS.
Pada tahun 2000, Ira Magazincr, Presiden Clinton "tsar Internet" penjelasan pejabat Departemen Luar Negeri pada kebutuhan untuk Amerika Serikat untuk menjadi lebih terlibat dalam diplomasi publik. Sebagai Internet dengan cepat menjadi lebih sangat terintegrasi ke dalam kehidupan sehari-hari, ia berpendapat bahwa rata-rata orang sekarang bisa dikaitkan dengan jumlah yang hampir tak terbatas informasi, memerlukan keterbukaan dan keterlibatan pada bagian dari pemerintah.
Senator George Allen, ketua Task Force Republik High Tech, menggemakan ide-ide yang sama di NetDiplomacy konferensi tahun 2001, mengacu pada internet sebagai "versi modern dari mesin cetak Gutenberg," menganjurkan penggunaannya untuk "membubarkan ide-ide kami," menyebarkan demokrasi cita-cita dalam masyarakat yang sebelumnya tidak dapat diakses di seluruh dunia, "[semoga] mengarah ke kebebasan yang lebih besar."[10]
Meskipun kebutuhan untuk keterlibatan AS diplomatik di Internet secara luas dipahami, pada tahun 2000 dan 2001, pertanyaan apa yang harus diposting online dan cara terbaik untuk mencapai tujuan diplomatik Amerika tetap menjadi subyek perdebatan. Sebagai Richard Solomon dari US Institute of Peace menyatakan pada tahun 2000, "kesempatan yang ada untuk Negara untuk memadamkan perspektif Amerika pada hampir setiap masalah, bagi siapa pun untuk mengambil, pertanyaannya adalah: Apa yang harus pemerintah akan memadamkan?"[11] Hal ini adil untuk mengatakan bahwa pertanyaan ini masih diperdebatkan.
Laporan tahunan Komisi Penasehat Diplomasi Publik pada tahun 2004 direkomendasikan Negara itu "secara aktif mencari cara untuk menggunakan muncul perkembangan software untuk memperluas jangkauan siaran ... melalui internet," tapi permintaan anggaran hingga akhir tahun 2006, yang berusaha untuk meningkatkan pendanaan untuk diplomasi publik, masih tidak termasuk dana untuk teknologi yang lebih baru, lebih memilih alat bukan lebih tradisional seperti radio.[12]
Ia tidak sampai 2006 bahwa Menteri Luar Negeri Condoleezza Rice menyatakan niatnya untuk "mengatur" posting virtual, 'di mana orang dapat mengunjungi situs web dan chatting online dengan diplomat AS. Menurut Colleen Graffy, Deputi Asisten Menteri negara Diplomasi Publik di bawah Presiden George W. Bush, blog entry Departemen Luar Negeri pertama diposting oleh penasihat hukum senior John Bellinger III di penampilan tamu di blog opinio Juris pada bulan Januari 2007. Hal ini diikuti sembilan bulan kemudian ketika Departemen Luar Negeri resmi bergabung blogosphere dengan blog sendiri, Dipnote, pada diplomasi publik.
Kedatangan America.gov, kepala Portal diplomasi publik pemerintah AS, yang diluncurkan oleh Biro Departemen Luar Negeri Program Informasi Internasional pada bulan Januari 2007, telah banyak dipuji oleh para diplomat Amerika. America.gov menyediakan fitur pada kehidupan Amerika serta perbuatan Presiden dan Menteri Luar Negeri dan berfungsi sebagai platform untuk seluruh host media interaktif - Webcast, blog, video, YouTube, Twitter, Facebook, dan bahkan Second Life , 3-D dunia maya di mana pengguna dapat bersosialisasi dengan suara gratis dan teks chat. Salah satu terbaru baru usaha media Departemen Luar Negeri adalah Co.Nx, program web conferencing yang menghubungkan AS ahli dalam berbagai bidang dengan penonton asing serta kedutaan besar AS.[13]










BAB V
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Ilmu Hubungan Internasional Identik dengan Negara, Politik, dan Militer. Ketiga aspek tersebut tidak bisa dipisahkan dari disiplin ini dan sepertinya masih akan terus mendominasi. Hubungan antar negara-negara di dunia sendiri bersifat dinamis, berubah-ubah, bahkan sering diwarnai dengan ketegangan. Dalam era informasi ini massa dan media persis dipandu, semua orang dari kandidat politik untuk teroris harus segera dan terus menerus berinteraksi dengan penonton dan berpengaruh agar relevan dan kompetitif. Mengabaikan kegunaan media sosial sama saja dengan menyerahkan tanah tinggi dalam pertempuran abadi untuk mempengaruhi pikiran seluruh dunia.
Kecenderungan menuju media Website dalam pemerintah AS dimulai pada awal 1990-an, ketika internet cepat menjadi alat sehari-hari dalam bisnis dan rumah. Dalam beberapa tahun terakhir, secara online media sosial juga bisa diakses di seluruh dunia. Misalnya, Website yang sampai saat ini hanya sebuah situs jejaring sosial untuk pemerintah dengan pemerintah maupun pemerintah dengan individu.








DAFTAR PUSTAKA
About U.S Public Diplomacy: What public diplomacy is and is not, diakses dari: http://publicdiplomacy.org/pages/index.php?page=about-public-diplomacy,
22 Januari 2015, pukul 08.04 Wita.
Bryant Jordan, “Net Diplomacy,”Federal Computer Week, October 29, 2000, at http://www.fcw.com/Articles/2000/10/29/Net-diplomacy.aspx (Januari 22, 2015).
Cara Garretson, “Senator Says Internet Essential for Diplomacy,” CNN.com, September 6, 2001, at http://archives.cnn.com/2001/TECH/internet/09/06/internet.diplomacy.idg/index.html (Januari 22, 2015)
Gilboa, E. (2006) Public Diplomacy: The Missing Component in Israel’s Foregin Policy, Israel Affairs 12(4), p. 715
Hampton Stephens, “Uncle Sam’s Blog,”The Boston Globe, March 14, 2005, at http://www.boston.com/news/globe/editorial_opinion/oped/articles/2005/03/14/uncle_sams_blog/(Januari 22, 2015).
Jeremy Curtain, “U.S. Public Diplomacy 2.0,”Public Diplomacy, January 22, 2015, at http://publicdiplomacymagazine.com/forum/us-public-diplomacy-20
Matt C. Armstrong, “Social Media as Public Diplomacy,”Perspectives, Vol. 1, No. 2 (June 2009), at http://www.layaline.tv/publications/Perspectives/MattArmstrong.html(January 22, 2015).
Oktavia Maludin. Peran e-diplomasi dalam confidence building measures : Studi kasus Australia pada ASEAN Regional Forum. Deskripsi Dokumen: http://lontar.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=71517&lokasi=lokal. diakses 22 Januari 2015. Pukul. 09.31 Wita
RobbyMilana.http://documentstore.weebly.com/uploads/4/2/2/7/4227221/review_teori_media.pdf. diakses 22 Januari 2015. Pukul. 09.31 Wita
U.S. department of State, Dictory of International Relation Terms, 1987, Dept. of State Library p. 85
http://www.techopedia.com/definition/29050/ediplomacy. diakses 22 Januari 2015. Pukul. 09.31 Wita
http://politik.kompasiana.com/2011/06/20/perkembangan-cnn-dan-internet-yang-mempengaruhi-diplomasi-pembuatan-kebijakan-luar-negeri-amerika-serikat-374289.html. diakses 22 Januari 2015. Pukul. 09.31 Wita.
 







[1] About U.S Public Diplomacy: What public diplomacy is and is not, diakses dari: http://publicdiplomacy.org/pages/index.php?page=about-public-diplomacy, 22 Januari 2015, pukul 08.04 Wita.
[2] Gilboa, E. (2006) Public Diplomacy: The Missing Component in Israel’s Foregin Policy, Israel Affairs 12(4), p. 715
[3] Loc. Cit. p. 73
[4] U.S. department of State, Dictory of International Relation Terms, 1987, Dept. of State Library p. 85
[5]RobbyMilana.http://documentstore.weebly.com/uploads/4/2/2/7/4227221/review_teori_media.pdf. diakses 22 Januari 2015. Pukul. 09.31 Wita
[6] http://www.techopedia.com/definition/29050/ediplomacy. diakses 22 Januari 2015. Pukul. 09.31 Wita
[7] Oktavia Maludin. Peran e-diplomasi dalam confidence building measures : Studi kasus Australia pada ASEAN Regional Forum. Deskripsi Dokumen: http://lontar.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=71517&lokasi=lokal. diakses 22 Januari 2015. Pukul. 09.31 Wita

[9] Matt C. Armstrong, “Social Media as Public Diplomacy,”Perspectives, Vol. 1, No. 2 (June 2009), at http://www.layaline.tv/publications/Perspectives/MattArmstrong.html(January 22, 2015).
[10] Cara Garretson, “Senator Says Internet Essential for Diplomacy,” CNN.com, September 6, 2001, at http://archives.cnn.com/2001/TECH/internet/09/06/internet.diplomacy.idg/index.html (Januari 22, 2015)
[11] Bryant Jordan, “Net Diplomacy,”Federal Computer Week, October 29, 2000, at http://www.fcw.com/Articles/2000/10/29/Net-diplomacy.aspx (Januari 22, 2015).
[12] Hampton Stephens, “Uncle Sam’s Blog,”The Boston Globe, March 14, 2005, at http://www.boston.com/news/globe/editorial_opinion/oped/articles/2005/03/14/uncle_sams_blog/(Januari 22, 2015).
[13] Jeremy Curtain, “U.S. Public Diplomacy 2.0,”Public Diplomacy, January 22, 2015, at http://publicdiplomacymagazine.com/forum/us-public-diplomacy-20
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar