Senin, 02 Maret 2015

PENGAMBILAN KEPUTUSAN DAN PENENTUAN KEBIJAKAN POLITIK LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA DI ERA PRESIDEN MEGAWATI SOEKARNOPUTRI



PENGAMBILAN KEPUTUSAN DAN PENENTUAN KEBIJAKAN POLITIK LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA DI ERA PRESIDEN
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
(STUDI KASUS: PEMBELIAN PESAWAT SUKHOI SU-27 DAN SU-30, SERTA DUA UNIT HELIKOPTER MI-35 KE RUSIA PADA TAHUN 2003)









KELOMPOK III

ALEXSANDERINA JOSEPIN R            (1110521006)
SUWASISTITI ESTU SETYANDARI    (1210521002)
AMIR                                                          (1210521017)


PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS FAJAR
MAKASSAR
2013/2014

BAB I

PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Indonesia memiliki karakter politik luar negeri yang bebas aktif hingga saat ini, sebagaimana tantangan Muso yang mengajak RI untuk bekerjasana dengan Blok Timur, kemudian dijawab oleh Bung Hatta dalam pidatonya di hotel Borobudur 22 Januari 1975[1] bahwa Indonesia merupakan negara bebas yang tidak memihak blok manapun, namun tetap mengambil sikap aktif dalam memenuhi kepentingannnya sendiri. Dalam pelaksanaan politik luar negeri tersebut tentunya Indonesia menghadapi berbagai tantangan karena adanya kepentingan-kepentingan yang dimainkan oleh para aktor politik sehingga arah politik luar negeri RI berubah-ubah.
Seorang Presiden tentu memilki peran yang penting dalam pengambilan keputusan dan pembentukan politik luar negeri suatu negara. Indonesia hingga saat ini telah memiliki enam orang Presiden, lima orang laki-laki, dan satu orang perempuan. Perempuan itu kita kenal sebagai Megawati, sebagai putri dari salah seorang bapak Bangsa, yang juga pernah menjadi Presiden pertama Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu Soekarno.
Presiden Megawati Soekarno Puteri dilantik menjadi Presiden RI pada tanggal 23 Juli 2001, yang merupakan presiden pertama wanita di Indonesia. Dia merupakan presiden pertama peletak dasar ke arah kehidupan demokrasi. Pembaharuan yang dilakukan sebagian besar di bidang ekonomi dan politik, sebab pada pemerintahannya, masalah yang dihadapi kebanyakan merupakan warisan pemerintahan Orde Lama seperti masalah krisis ekonomi dan penegakan hukum.
Untuk mengatasi masalah ekonomi yang tidak stabil di bidang ekonomi, ada beberapa keputusan atau kebijakan yang dikeluarkan Megawati seperti mengatasi utang luar negeri sebesar 150,80 milyar US$ yang merupakan warisan Orde Lama, dikeluarkan kebijakan yang berupa penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar, sehingga hutang luar negeri dapat berkurang US$ 34,66 milyar. Kedua mengatasi krisis moneter, Megawati berhasil menaikkan pendapatan per kapita sebesar US$ 930, Kurs mata uang rupiah dapat diturunkan menjadi Rp 8.500,00, meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menekan nilai inflasi, dikeluarkan kebijakan yang berupa privatisasi terhadap BUMN dengan melakukan penjualan saham Indosat sehingga hutang luar negeri dapat berkurang dan Memperbaiki kinerja ekspor, sehingga ekspor di Indonesia dapat ditingkatkan, serta mengatasi korupsi, dengan dibentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).[2]
Pengaruh psikologi dalam menentukan kebijakan di Bidang Politik dapat dilihat dengan sikap megawati yang mengeluarkam beberapa hal penting seperti Mengadakan pemilu yang bersifat demokratis yang dilaksanakan tahun 2004 dan melalui dua periode yaitu Periode pertama untuk memilih anggota legislatif secara langsung dan Periode kedua untuk memilih presiden dan wakil presiden secara langsung. Pemilu tahun 2004 merupakan pemilu pertama yang dilaksanakan secara langsung artinya rakyat langsung memilih presidennya. Pemerintahan Megawati berakhir setelah hasil pemilu 2004 menempatkan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla sebagai pemenang.
Sementara di bidang Militer pemerintahan beliau melihat militer pada pemerintahannya kurang terlihat secara jelas. Hal ini mungkin dikarenakan Megawati bukan berasal dari background militer, melainkan sipil. Perwakilan ABRI di MPR/DPR dihapus. Jabatan menteri, gubernur, dan bupati tidak ada lagi dari kalangan militer. Militer kembali ke barat, tidak lagi ikut mengelola negara. Militer hanya mengamankan negara terhadap invasi dari luar saja.
Keamanan dalam negeri diserahkan kepada Polri yang tidak lagi bergabung dengan TNI yang dahulu dinamakan ABRI. Peran militer yang hanya sebatas sebagai alat untuk pertahanan negara pada pemerintahan Megawati dilakukan agar dilema yang pernah terjadi pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, yaitu pemerintahan yang didominasi oleh militer sehingga terkesan otoriter, tidak terulang kembali, sehingga masyarakat Indonesia tidak merasa takut dalam berbagai hal, karena militer benar – benar hanya sebagai alat pertahanan negara saja.
Pada masa kepemimpinan Megawati diwarnai dengan berbagai peristiwa domestik dan juga internasional yang berdampak buruk pada proses pengambilan keputusan bagi RI, yang berupa kebijakan luar negeri. Salah satu kebijakan kontroversial pada masa Megawati yaitu pembelian pesawat sukhoi jenis SU-27 dan SU-30 serta dua unit helikopter MI-35[3] kepada Rusia. Timbul lah berbagai reaksi, beberapa kalangan menganggap kebijakan tersebut tidak memikirkan nasib rakyat yang masih miskin, dan terdapat beberapa kejanggalan dan ketidak transparanan dalam proses pembelan, sedangkan pembelian tersebut tetap berjalan, tanpa memperhatikan anggara APBN yang ditetapkan oleh DPR Khusus untuk Kemhan.
Maka setiap tahun TNI memperoleh anggaran yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat melalui APBN. Berbeda dengan Polri yang menerima anggaran langsung untuk 1 unit organisasi (Mabes Polri), anggaran yang dialokasikan untuk TNI tidak langsung digunakan untuk TNI sendiri, tetapi harus dibagi kepada 5 unit organisasi, yaitu Kementerian Pertahanan, Mabes TNI, TNI AD, TNI AL dan TNI AU[4].
Adapun anggara yang dikeluarkan oleh DRP di era Megawati Soekarnoputri untuk Kemhan masih kecil yaitu Rp21 triliun[5]. Walaupun anggaran untuk Kemhan sedikit tetapi di bidang ekonomi malah memiliki penigkatan yang signifikan, walaupun sebelumnya memiliki masa kelam ekonomi dari pemerintahan sebelumnya.
Setelah Gus Dur turun, Megawati menjadi Presiden Indonesia yang kelima. Pemerintahan Megawati mewarisi kondisi perekonomian Indonesia yang jauh lebih buruk daripada masa pemerintahan Gus Dur. Meskipun IHSG dan nilai Rupiah meningkat cukup signifikan sejak diangkatnya Megawati menjadi presiden melalui Sidang Istiimewa (SI) MPR, posisinya tetap belum kembali pada tingkat pada saat Gus Dur terpilih menjadi presiden.
Keterpurukan kondisi ekonomi yang ditinggal Gus Dur terus terasa jika terlihat dari perkembangan indikator ekonomi lainnya, seperti tingkat suku bunga, inflasi, saldo neraca pembayaran, dan defisit APBN. Suku bunga untuk sertifikat bank Indonesia(SBI), misalnya, pada awal pemerintahan Megawati mencapai di atas 17%, padahal saat awal pemerintahan Gus Dur hanya sekitar 13%. Bersamaan dengan itu tingkat suku bunga deposito perbankan juga ikut naik menjadi sekitar 18%, sehingga pada saat itu menimbulkan kembali kekhawatiran masyarakat dan pelaku bisnis bahwa bank-bank akan kembali melakukan bleeding.[6]
Dari hal ini menimbulkan suatu hal yang sangat penting untuk diketahui dalam pemerintah Megawati Soekarnoputri yang merupakan putri bapak proklamator republik Indonesia. Mulai dari pemerintahannya dalam mengatasi fenomena global maupun domestik yamg menguncang pemerintahannya mulai 2001-2004.
B.  Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang, maka permasalahan yang ingin dijawab adalah;
1.      Bagaimana Proses Pengambilan Keputusan dan Kebijakan Politik Luar Negeri era Megawati dalam mengatasi masalah dalam pemerintahannya?
2.      Bagaimana Proses Pemerintahan Megawati yang memutuskan melaksanakan Imbal Beli Pesawat dan Helikopter dari Rusia?


BAB II
TEORI KONSEPTUAL
A.  Kepemimpinan Psikologis
Membahas mengenai psikologi kepemimpinan tidak dapat lepas dari pengertian kepemimpinan itu sendiri, pemimpin, dan kelompok. Kajian kepemimpinan sendiri dalam sejarah telah dilakukan oleh berbagai disiplin ilmu mulai dari sosiologi, politik, manajemen, dan yang terakhir psikologi. Kajian mereka berbeda menurut sudut pandang masing-masing, tetapi ada benang merah yang dapat dirunut. Benang merah tersebut antara lain adalah adanya hubungan antar orang dalam kelompok tersebut.
Menurut Tead; Terry; Hoyt, Pengertian Kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok.[7]Sedangkan menurut Muhibbin Syah (2001), Pengertian Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia baik selaku individu maupun kelompok, dalam hubungannya dengan lingkungan. Tingkah laku terbuka adalah tingkah laku yang bersifat psikomotor yang meliputi perbuatan berbicara, duduk , berjalan dan lain sebgainya, sedangkan tingkah laku tertutup meliputi berfikir, berkeyakinan, berperasaan dan lain sebagainya.[8]
Setidak – tidaknya ada dua teori atau pendekatan penting yang relevan dengan pembicaraan tentang psikologi kepemimpinan. Yang pertama adalah teori tingkat kebutuhan Maslow, dan kedua teori kekuasaan French dan Raven. Abraham Maslow mengemukakan bahwa kebutuhan manusia itu terbagi dalam lima tingkatan dalam hal urutan pemenuhannya, yaitu kebutuhan fisik, kebutuhan akan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan akan penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri.[9]
Kebutuhan fisik adalah kebutuhan yang berkenaan dengan kelangsungan hidup seseorang, seperti makan, minum, pakaian, dan tempat tinggal. Sedangkan kebutuhan keamanan berkenaan dengan kebutuhan seseorang akan perlingdungan dari bahaya dan ancaman keamanan baik fisik maupun non-fisik. Kebutuhan sosial bersangkutan dengan kebutuhan seseorang untuk bersosialisasi atau berhubungan dengan oranglain di dalam masyarakatnya. Sedangkan kebutuhan akan penghargaan atas apa yagn ada padanya seperti kemampuan, potensi, prestasi dansebagainya. Selanjutnya, kebutuhan aktualisasi diri adalah kebutuhan seseorang untuk menampilkan diri pada tingkat yang terbaik sesuai dengan potensinya, misalnya menjadi pekerja yang baik, olahragawan berprestasi, dan lain – lain.
Untuk menganalisa peran kepemimpinan psikologis megawati dalam menentukan kebijakan luar negeri Indonesia dan Pengambilan Keputusan secara umum, penulis menggunakan pendekatan kebijakan luar negeri (foreign policy) yang jika ditarik dalam dimensi makro, tentu akan berpengaruh pada politik luar negeri RI saat itu. Ada tiga paradigma yang digunakan Graham Allison[10] dalam menganalisa politik luar negeri suatu negara, yaitu :
1. Model Aktor Rasional, yang dipengaruhi oleh para decision maker yang cenderung monolitik.
2. Model Proses Organisasional, yakni bahwa organisasi yang berbda pada suatu negara bertindak berdasarkan standar kapabilitas serta kebiasaan yang membatasi Presiden dan penasehatnya untuk menentukan pilihan.
3. Model Proses Birokratis, yaitu dalam pembuatan keputusan beberapa orang berkumpul untuk membuat keputusan-keputusan yang penting, yang menghadirkan intrik-intrik birokratis sehingga memunculkan reaksi apa yang harus dilakukan negara.
Selain itu, K.J.Holsti[11] mengatakan bahwa kebijakan luar negeri merupakan tindakan atau gagasan yang dirancang oleh pembuat kebijakan untuk memecahkan masalah atau mempromosikan suatu perubahan dalam lingkungan melalui kebijakan, sikap atau tindakan negara lain, baik dalam hal militer, ekonomi, energi, teknik, lingkungan, kultural dan juga kemanusiaan.
Kebijakan luar negeri dalam perumusannya untuk pengambilan keputusan dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti yang disebutkan oleh James N. Rossenau[12] yang menyatakan lima variable dapat mempengaruhi pembuatan politik luar negeri suatu negara yaitu:
1. Variabel Ideosinkretik, berkaitan dengan karakter psikologis dan image pembuat keputusan.
2. Variabel Peranan, sebagai peraturan-peraturan perilaku yang diharapkan seseorang sesuai dengan pekerjaannya.
3. Variabel Birokratis, meliputi struktur dan proses pemerintahan yang berjalan serta dampaknya bagi polugri.
4. Variabel Nasional, meliputi atribut nasional yang mempengaruhi hasil politik dalam negeri.
B. Feminisme Pemerintahan.
Istilah “ feminisme “ sangat penting untuk diketahui sekaligus dipahami seiring dengan aktivitas atas pencerahan yang dilakukan para penggiat gender di masyarakat. Seringkali mereka mendapat pertanyaan terkait dengan apakah “ isme “ yang melatarbelakangi pemikiran pemikirannya, bahkan secara ekstrem dipojokkan dengan apakah cocok berpatokan pada feminisme yang nota bene berasal dari dunia barat yang sangat berbeda dengan kondisi ketimuran Indonesia ( baca patriarkhi )
Feminisme berasal dari bahasa Latin yaitu “ femina “ atau perempuan dan gerakan ini mulai bergulir pada tahun 1890an seiring dengan keresahan yang dirasakan oleh perempuan dan laki laki yang menyadari adanya relasi yang timpang antara laki laki dan perempuan di masyarakat. Gerakan ini mengacu ke teori kesetaraan laki-laki dan perempuan dan pergerakan tersebut dimaksudkan untuk memperoleh hak hak perempuan. Sekarang ini kepustakaan internasional mendefinisikan feminisme sebagai pembedaan terhadap hak hak perempuan yang didasarkan pada kesetaraan perempuan dan laki laki. Dalam perkembangannya secara luas kata feminis mengacu kepada siapa saja yang sadar dan berupaya untuk mengakhiri subordinasi yang dialami perempuan.Feminisme seringkali dikaitkan dengan emansipasi yang didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai pembebasan atau dalam hal isu isu perempuan, hak yang sama antara laki laki dan perempuan.[13]
Pengertian feminisme dapat berubah dikarenakan oleh pemahaman atau pandangan para feminis yang didasarkan atas realita secara historis dan budaya, serta tingkat kesadaran persepsi dan perilaku. Bahkan diantara perempuan dengan jenis-jenis yang hampir mirip terdapat perbedaan pendapat dan perdebatan mengenai pemikiran feminis, sebagaian didasarkan atas alasan (misalnya akar kebudayaan) patriarkhi dan dominasi laki-laki, dan sampai resolusi final atas perjuangan perempuan akan non-eksploitasi lingkungan, kebebasan kelas, latar belakang, ras, dan gender.
Teori feminisme menfokuskan diri pada pentingnya kesadaran mengenai persamaan hak antara perempuan dan laki-laki dalam semua bidang. Teori ini berkembang sebagai reaksi dari fakta yang terjadi di masyarakat, yaitu adanya konflik kelas, konflik ras, dan, terutama, karena adanya konflik gender. Feminisme mencoba untuk mendekonstruksi sistem yang menimbulkan kelompok yang mendominasi dan didominasi, serta sistem hegemoni di mana kelompok subordinat terpaksa harus menerima nilai-nilai yang ditetapkan oleh kelompok yang berkuasa. Feminisme mencoba untuk menghilangkan pertentangan antara kelompok yang lemah dengan kelompok yang dianggap lebih kuat.
Penggunaan teori ini dalam kritik sastra adalah untuk mengupas lebih mendalam sebuah karya sastra dari segi feminisme, yang berarti sebuah kedudukan yang akan diberikan oleh pengarang kepada kaum wanita dalam karya sastranya. Berbagai ragam kritik feminisme yang dapat digunakan untuk membedah sebuah karya sastra diantaranya adalah kritik ideologis, genokritik, sastra feminis sosialis, psikoanalitik, lesbian dan etnik.[14]












BAB III
GAMBARAN UMUM
A.  Biografi Singkat Megawati Soekarnoputri
Perempuan bernama lengkap Dyah Permata Megawati Setiawati Soekarnoputri ini lahir sebagai puteri kelima dari Ir Soekarno di Yogyakarta tanggal 23 Januari 1947. Ia menghabiskan masa pendidikan dari SD hingga SMA di Perguruan Cikini, sedangkan masa Perguruan Tinggi hanya dirasakannya dua tahun (1965-1967) di Fakultas Pertanian UNPAD Bandung, karena Soekarno ayahnya sakit.[15]
Namun demikian ia kemudian merintis karir dalam bidang politik di Indonesia dan bergabung dalam Partai Demokrasi Indonesia dan berjodoh dengan Taufik Kiemas - aktifis partai yang sama, lalu ia menjadi Ketua Umum dalam Partai tersebut sejak tahun 1993 hingga partai tersebut berubah menjadi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang berhasil melambungkan namanya hingga ia terpilih sebagai Presiden perempuan pertama, masa jabatan 23 Juli 2001 hingga 20 Oktober 2004 yang menggantikan KH. Abdurrahman Wahid (Gusdur) dengan membentuk kabinet Gotong Royong.
B.  Karakter Kepemimpinan Megawati Soekarno Putri.
Menurut William Marson,[16] ada empat tipe pemimpin yang dapat dikelompokkan, yaitu tipe D (Dominance), I (Influencing ), S (Steadiness), dan C (Compliance). Dari tipe tersebut, Megawati termasuk tipe C, karena ia cenderung emosional, kurang konsisten, cukup demokratis (leissez-faire), pendendam, hanya dapat berkomunikasi dengan orang yang ia kenal dan tak mau repot.
Hal ini terbukti karena dalam beberapa proses pengambilan keputusan, ia menyerahkan kepada tiap bawahannya untuk memutuskan sendiri sesuai tugas masing-masing gaya komunikasinya termasuk high context culture sehingga sulit dipahami, ia lebih sering membahas masalah “perempuan” dibanding masalah negara. Ia juga kurang menerima kritik mahasiswa dan media dan Juga ia mengingat musuh sebagai musuh (tidak datang saat SBY dilantik).[17]
C.  Tantangan Domestik dan Internasional.
Keadaan domestik saat itu, Pemerintahan Gusdur lewat poros tengah, tidak banyak memperbaiki keadaan Indonesia. Megawati sendiri sebagai Wapres saat itu, belum merasa siap untuk menggantikan Gusdur[18] Namun, berdasarkan UU dia harus maju menggantikan Gusdur. Sedangkan perekonomian Indonesia saat itu masih terlilit hutang warisan Orde Lama pada IMF. Lalu terjadinya tuntutan daerah Aceh dan Papua untuk memisahkan diri dari NKRI, selain itu intrik politik mulai terjadi, untuk menghadapi pemilu 2004, lepasnya pulau Sipadan-Ligitan, ditambah terjadinya aksi terorisme di Kedutaan Besar Australia, Bom Bali I dan II, Atrium, dan hotel JW.Marriot Sedangkan dunia internasional saat itu ramai menyoroti masalah terorisme terutama Amerika Serikat pasca serangan 911, masalah profilerasi nuklir Irak dan Korut, juga menguatnya dukungan bagi Palestina untuk berdaulat.
Hal ini sangat dilematis sekali karena berbagai usaha diplomasi harus dilakukan dalam waktu yang bersamaan dengan terbatasnya tenaga diplomatik yang capable saat itu baik dalam kabinet maupun Departemen Luar Negeri. Sehingga Megawati turun ke berbagai negara untuk melakukan diplomasi secara ekstensif walaupun menuai kritik mengenai substansi dan frekuensi kunjungan.
Pada satu sisi Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia harus menciptakan citra baik, khususnya terhadap Barat yang sedikit sekali berinvestasi di Indonesia dan bahkan Amerika Serikat belum mencabut status embargo militer. Sedangkan di sisi lain, Indonesia harus mempertahankan kelangsungan perekonomiannya, ditenggah menguatnya supply produk dalam negeri dan menurunnya demand di luar negeri, salah satunya dengan melakukan transaksi perdagangan imbal beli dengan Rusia (Timur).
Inflasi yang dihadapi kabinet gotong royong pimpinan Megawati juga sangat berat. Menurut data BPS[19], inflasi tahunan pada awal pemerintahan Gus Dur hanya sekitar 2%, sedangkan pada awal pemerintahan Megawati atau periode Januari-Juli 2002 tingkat inflasi sudah menjadi 7,7%. Bahkan laju inflasi tahunan atau year on year selama periode Juli 2000-Juli 2001 sudah mencapai 13, 5%. Perkembangan ini pada saat itu sangat mengkhawatirkan karena dalam asumsi APBN 2001 yang sudah direvisi pemerintah menargetkan inflasi dalam tahun 2001 hanya 9,4%.
Era Megawati memiliki kinerja ekonomi Indonesia yang menunjukkan perbaikan, paling tidak dilihat dari laju pertumbuhan PDB[20]. Seperti yang ditunjukkan pada pada tahun 2002 PDB Indonesia tumbuh 4,3% dibandingkan 3,8% pada tahun sebelumnya, dan kemajuan ini berlangsung terus hingga akhir periode Megawati yang mencapai 5,1%. PDB nominal meningkat dari 164 miliar  Dolar AS pada tahun 2001 menjadi 258 miliar Dolar AS tahun 2004. demikian juga pendapatan perkapita meningkat persentase yang cukup besar dari 697 Dolar AS ke 1.191 Dolar AS selama periode Megawati. Kinerja ekspor juga membaik dengan pertumbuhan 9,3% tahun 2002 dibandingkan 5% tahun 2001, dan terus naik hingga mencapai 12% tahun 2004. Namun demikian, neraca perdagangan (NP), yaitu saldo ekspor (X)-impor (M) barang, maupun transaksi berjalan (TB), sebagai persentase dari PDB, mengalami penurunan. 

BAB IV
ANALISIS
A.  Analisis Kebijakan.
Dalam suatu proses pengambilan keputusan dan kebijakan luar negeri, tentu mempertimbangkan faktor domestik. Saat itu, terjadi penurunan nilai IHSG karena pengaruh isu terorisme, dan juga keguncangan rupiah terhadap dolar, juga hutang negara yang masih menumpuk. Hal ini mendesak pemerintah untuk berupaya memperbaiki citra maupun keadaan dalam negeri, terlebih kepercayaan rakyat saat itu sedang terombang ambing menjelang Pemilu 2004.
Seorang wanita yang  merupakan anak dari bapak proklamator Indonesia yakni Megawati dapat membuat suatu keputusan dalam hal ini guna terwujudnya Indonesia yang makmur. Dimana megawati terlihat sangat menikmati perannya sebagai Presiden dengan mengutus Rini S. yang dekat dengannya secara pribadi, dengan membuat suatu keadaan yang harus diterima (fait akompli) dan merasa sebagai eksekutif dengan wewenang veto.
Namun, karena hubungannya yang tidak harmonis dengan media, maka kemudian banyak berita yang semakin mengkritik pemerintahannya. Seperti yang dikatakan oleh Napoleon Bonaparte[21] bahwa “Pena lebih berbahaya daripada seribu bayonet. Sehingga persoalan semacam ini dapat membuat kepercayaan rakyat luntur dan tak lagi memilihnya sebagai Presiden pada periode berikutnya. Proses komunikasi Megawati sangat menghambat penyelesaian permasalahan. Prioritas pembangunan saat itu lebih memilih pada pertahanan militer dengan membeli dua unit Pesawat Sukhoi jenis SU-27 dan SU-30 dan dua unit Helikopter MI-35, bernilai sekitar 1 triliun rupiah  yang merugikan petani, daripada proyek infrastruktur yang lebih mengutamakan rakyat banyak.
Selain itu, Soesastro Hadi mengatakan “bahwa belum adanya perumusan strategi yang jelas mengenai faktor ekonomi, dalam arti, peran, dan kepentingannya dalam politik luar negeri Indonesia”. Hal ini sejalan dengan adanya tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dan DPR yang kurangnya koordinasi dan komunikasi, sehingga menyebabkan kebingungan bagi rakyatnya. Bahkan, bagi pemerintah dan DPR sendiri, hal ini dibuktikan dengan pernyataan DPR yang tidak berubah, sebelumnya tidak sepkat menjadi sepakat setelah melakukan sidang yang waktunya berjauhan setelah Perjanjian imbal beli dilaksanakan. Adapun alasan kenapa DPR  berubah pendapat karena sudah dilakukannya Sidang Kabinet Terbatas.
Untuk masalah perjanjian imbal beli itu, Presiden Megawati Soekarnoputri meminpin Sidang Kabinet Terbatas di Istana Negara, tertutup bagi wartawan. Menteri yang terlihat hadir antara lain tiga Menko, yaitu Menko Polkam, Menko Perekonomian dan Menko Kesra, Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto, Kasau Marsekal Chappy Hakim, dan Menperindag Rini Suwandi. Sidang terbatas itu sendiri berlangsung mulai pukul 15.30 WIB. Saat berakhir, semua peserta sidang tutup mulut kepada wartawan.
Hanya Mantan Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono menjelaskan lebih lanjut mengenai sengketa Sukhoi ini akan selesai dengan adanya penjelasan dari Pemerintah bahwa tidak ada niat untuk melangkahi DPR. Selain itu, pembelian Sukhoi memang dapat dibenarkan untuk kepentingan nasional.[22]
Mengenai Imbal beli yang berarti suatu mekanisme perdagangan dalam dunia internasional, dimana alat pembayarannya terdiri dari senilai uang dan komoditas, berdasarkan harga yang ditetapkan bersama secara kredit. Dalam hal ini, pembelian dua unit Pesawat Sukhoi jenis SU-27 dan SU-30 dan dua unit Helikopter MI-35, bernilai sekitar 1 triliun rupiah, dibayar dengan uang muka 12.5% dan sisanya diangsur selama 24 bulan berupa imbal dagang produk pertanian Indonesia seperti kedelai dan kelapa sawit.[23] Hubungan bilateral Indonesia-Federasi Rusia semakin berkembang setelah penandatanganan ”Declaration of the Republic of Indonesia and the Russian Federation on the Framework of Friendly and Partnership Relations in the 21st Century”, yang ditandatangani Presiden Megawati Soekarnoputri dan Presiden Vladimir V. Putin, 21 April 2003 di Moskow. Dokumen ini membentuk landasan baru hubungan kerja sama strategis (strategic partnership) dalam tingkatan global, regional dan bilateral. Kerjasama militer kedua negara tersebut antara lain berupa penjualan senjata dan alat pertahanan buatan Rusia kepada Indonesia. Selain kerjasama teknis dan jual-beli senjata, kedua negara itu juga sepakat menggelar pelatihan bersama dan pendidikan perwira Indonesia di Rusia, atau sebaliknya.
Secara jangka panjang, kebijakan pengadaan alutsista membangun keseimbangan hubungan antara negara-negara besar yang menjadi mitra strategis Indonesia. Pengadaan peralatan militer buatan AS, UE, Cina atau Australia tetap dilanjutkan sesuai kebutuhan masing-masing angkatan. Tetapi merujuk pengalaman pahit embargo senjata dari AS dan sekutunya, dengan sendirinya Indonesia menyesuaikan diri. Indonesia telah mendapat pelajaran yang berharga dari embargo militer AS. Akibat embargo tersebut menimbulkan keinginan Indonesia untuk mencegah ketergantungan atas satu penyedia perlengkapan militer. Saat ini, Rusia yang diakui banyak pihak sebagai pemain unik dari pasar senjata dunia dapat menjadi partner paling menjanjikan bagi Indonesia.
Rusia mewarisi potensi teknologi militer yang luar biasa dan merupakan satu-satunya negara di dunia, selain AS, yang memiliki kemampuan dalam membangun dan memproduksi seluruh elemen penting dari persenjataan modern. Penjualan ekspor tahun 2005 terdiri atas 60% dari total produksi Almaz-Antey, perusahaan yang saat ini menduduki posisi 30 dalam peringkat US Defense News yang memasukkan 100 perusahaan pertahanan top dunia.
Rusia telah menciptakan senjata anti tank modern jarak jauh yang mematikan. Peralatan tempur yang akan dibeli oleh Indonesia dari Rusia memiliki sejumlah keunggulan termasuk daya tangkal dan kemampuan teknologinya yang sesuai dengan kebutuhan. Peralatan tempur yang akan dibeli termasuk enam pesawat tempur Sukhoi, dua kapal selam dan sembilan helikopter.[24]
Secara politik, ini akan memberikan ruang gerak bagi Indonesia agar tidak bergantung pada Amerika Serikat jika suatu waktu nanti negara Amerika Serikat menjatuhkan embargo kembali. Kerja sama pertahanan dengan Rusia akan membuka jalan bagi Indonesia atas akuisisi teknologi militer modern, bahkan hingga kepada produksi bersama atas senjata-senjata baru, seperti India dan Cina, dan tidak akan ada biaya-biaya politik atas kerja sama tersebut.
Kerjasama dengan Rusia, bukan hanya memanfaatkan uang, teknologi pesawat, tetapi memindahkan kekuatan teknologi udara Rusia ke Indonesia adalah agar cita-cita Indonesia tidak hanya menjadi pemilik teknologi, tetapi juga menguasai, sehingga Indoensia menjadi negara yang diperhitungkan di Asia Tenggara, sekaligus mengembalikan kejayaan pertahanan tahun 1960-an yang pernah diukir oleh Indonesia. Syarat yang harus dipenuhi adalah kerjasama ini dimafaatkan untuk pengembangan teknologi, transfer teknologi dan berbagi teknologi.[25]
A.1. Kontra Kebijakan.
Hasil dari kunjungan Megawati ke Rusia, yakni dengan adanya Perjanjian pembelian dua unit pesawat sukhoi jenis SU-27 dan SU-30 dan dua unit helikopter MI-35 yang ditandatangani oleh, Rini Suwandi sebagai project officer yang ditunjuk oleh Sudar S.A sebagai Dirjen Perdagangan Luar Negeri sekaligus juru runding RI dalam pembelian tersebut dan Dirut Bulog, Widjanarko Puspayu, disaksikan langsung oleh Megawati pada 22 April 2003 di Moskow.
Sedangkan hingga bulan Juli Panglima TNI Jenderal TNI Endriartono Sutarto dan Juru bicara Dephan, Marsekal Pertama Azis Manaf menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui proses imbal beli tersebut. Hal ini menunjukkan telah terjadinya pelanggaran UU No.3 tahun 2002 tentang pertahanan negara, pasal 16 ayat 6 yang menyatakan bahwa :
“Menhan menetapkan kebijakan penganggaran, pengadaan,
perekrutan, Pengelolaan sumber daya nasional serta pembi
naan tekhnologi dan  industri pertahanan bagi Tentara Nasi
onal Indonesia”
Hal ini dikuatkan dengan pernyataan Komisi I DPR, bahwa Dephan tidak menganggarkan untuk Sukhoi, sehingga hak bujet DPR telah dilangkahi. Pihak yang terlibat dalam transaksi tersebut, tidaklah relevan dengan fungsi seharusnya karena tidak adanya koordinasi secara terstruktur. Maslahnya lagi adalah Megawati dan Rini Suwandi memiliki kedekatan khusus, padahal ia tak dapat menjawab pertanyaan wartawan yang menanyakan harga per-unit dari peralatan militer tersebut, sehingga dugaan terjadinya mark up dana semakin besar.[26]
Dalam APBN 2003 tidak ada alokasi dana untuk pembelian senjata dari Rusia terhadap Depkeu, sehingga Budiono sebagai Menkeu saat itu mengusulkan untuk menggunakan dana APBN yang seharusnya untuk bencana dan cadangan umum. Dilengkapi pula dengan aksi unjuk rasa ratusan petani yang teregabung dalam Solidaritas Petani Jawa Barat. Mereka mengecam kebijakan Pemerintah agar memperhatikan kesejahteraan rakyat dengan memprioritaskan anggaran untuk membeli gabah petani yang harganya menurun drastis, sedangkan impor beras dari luar negeri masih dilakukan dengan alasan kemarau panjang. Mereka menuntut dikembalikannya fungsi Bulog sebagai lembaga ketahanan pangan untuk menstabilkan harga dan pengadaan pangan.[27]
Sehingga dapat dikatakan bahwa kesalahan pemerintah terletak pada pertama, perundingan RI-Rusia yang tertutup, rahasia dan kilat. Kedua, Pemerintah telah melanggar beberapa perundang-undangan yang ada. Ketiga, pihak yang terlibat kurang kompeten dalam bidangnya, sebagai bukti bahwa Kepala staf AU Marsekal Chepy Hakim mengatakan bahwa tidak ada rencana TNI-AU membeli sukhoi karena pesawat tersebut dinilai berkulitas buruk.
A.2. Pro Kebijakan.
Pemerintah berargumen bahwa imbal beli tersebut dikarenakan adanya metode baru dalam pembelian yang dapat membantu mempromosikan ekspor non-migas RI, untuk menambah devisa negara. Selain itu, TNI AU dianggap tidak memiliki alat militer canggih selama Indonesia masih diembargo militer oleh AS yang menyebabkan peralatan militer Indonesia tidak dapat difungsikan secara optimal, sehingga diperlukan peralatan tempur untuk mengantisipasi pelanggaran batas wilayah darat, laut, dan udara RI yang menimbulkan nilai kerugian yang tidak sedikit.[28]
Secara ekonomi Megawati menjelaskan bahwa “hal tersebut kurang berpengaruh karena dibuktikan dengan penurunan jumlah penduduk miskin, pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan perkapita (tahun 2001 0,7 juta lebih besar dari tahun 2000)”. Hal ini menunjukkan prestasi kebijakan Megawati untuk menjaga citra kemandirian RI tanpa harus memberatkan APBN dan unjuk gigi pada AS. Sedangkan Panglima TNI Sutarto kemudian berbicara lagi bahwa “proses imbal beli ini tidak melanggar prosedur anggaran pertahanan negara sebab pembelian tersebut telah disetujui Dephan agar melalui Perum Bulog”.
Sebetulnya kebijakan pembelian sukhoi telah ditetapkan sejak tahun 1997, dengan anggaran yang bersumber dari Dephan, namun terhambat oleh krisis ekonomi saat itu. Maka, ketika Rusia menawarkan imbal dagang, pemerintah mempertimbangkan keadaan supply yang menekan harga komoditi Indonesia sehingga diambil langkah comercial market[29] sehingga anggaran yang digunakan tahnun 2003 berasal dari Bulog. Hubungan RI-Rusia semakin meningkat dengan adanya kerjasama seperti ini sebagai suatu bentuk realisasi. Kesepahaman antara DPR dan eksekutif pun telah terjadi sehingga permasalahan ini dianggap sudah jelas.













BAB V
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Kebijakan pembelian pesawat sukhoi jenis SU-27 dan SU-30 serta dua unit helikopter MI-35 kepada Rusia dipengaruhi oleh factor-faktor sebagai berikut : Pertama kepemimpinan Megawati sebagai aktor utama berserta segala karakter dan pola komunikasinya yang tidak efektif. Kedua, adanya pengaruh keadaan dalam negeri yang sangat kompleks, yakni terjadinya aksi terrorisme, keadaan politik yang akan menuju Pemilu dan bahkan hal yang sangat penting yaitu masalah perekonomian negara yang harus diselamatkan, sehingga konsentrasi para aktor politik pun terpecah.Ketiga, pengaruh persoalan internasional yang sedang menyorot Indonesia, terlebih Pasca secarangan 911 di AS yang sebelumnya tlah sensitive dengan memperlakukan embargo militer pada Indonesia. Keempat yaitu, mempertahankan citra negara dengan politik bebas aktif, tidak memihak barat atau timur, agar posisi Indonesia dalam percaturan Internmasional semakin dianggap.
Kebijakan pembelian pesawat sukhoi jenis SU-27 dan SU-30 serta dua unit helikopter MI-35 kepada Rusia menimbulkan kontroversi karena menunjukkan terjadinya saat –saat dimana pemimpin harus memutuskan sesuatu yang tegas demi kepentingan negara secara terkoordinasi. Namun tidak adanya keterbukaan dan koordinasi yang terstruktur sehingga Pemerintah terkesan tak tegas. Selain itu juga kurangnya proses komunikasi yang efektif, bukan hanya bagi kalangan eksekutif dan legislatif saaja, tapi juga bagi rakyat dan juga media masa.




DAFTAR PUSTAKA
Buku;
Ayu, Rindu. Syarifah Ida Farida.2009.  Laporan Hasil Penelitian Universitas Al Azhar Indonesia-Perkembangan Politik Luar Negeri Indonesia Era Reformasi. Jakarta.
Djelantik, Sukawarsini. 2008. Diplomasi antara Teori dan Praktik. Yogyakarta. Graha Ilmu.
Djalal, Hasyim. 1990. Politik Luar Negeri Indonesia Dalam Dasawarsa. Jakarta: CSIS.
J, Philips Vermonte. 2005. Demokratisasi dan Politik Luar Negeri Indonesia : Membangun Citra Diri. Jakarta: CSIS.
Lesmana, Tjipta. 2009. Dari Soekarno sampai SBY-Intrik & Lobi Penguasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009.
Mochtar, Kustiniati. Mohamad Roem. 1989. Diplomasi Ujung Tombak Perjuangan RI. Jakarta: PT Gramedia.
Soerapto, R.1997. Hubungan Internasional : Sistem, Interaksi dan Perilaku, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Tong, Rosemarie Putnam. 1998. Feminist Thought : Pengantar paling Komprehensif kepada Aliran Utama Pemikiran Feminis, terj. Aquarini Priyatna Prabasmoro.Yogyakarta : Jalasutra
Welleck, Rene dan Austin Warren. 1990. Teori Kesusastraan, terj. Melani Budianta. Jakarta : Gramedia.
Internet;
https://www.academia.edu/6779635/Kebijaksanaan_Perekonomian_Indonesia_selama_era_reformasi_sampai_sekarang. Diakses tanggal 21 Januari 2015, Pukul 20.28 WITA.
http://www.gatra.com/2003-07-08/artikel.php?id=29848, diakses pada 8 Juli pukul:01.53 WITA.
http://www.pelita.or.id/baca.php?id=15166. Diakses pada Tanggal 03 Januari 2015, pukul 02.27 WITA.
http://www.politikindonesia.com/readhead.php?id=352&jenis=plt,diakes pada tanggal 03 Januari 2015, pukul 01.58 WITA.
http://www.satuislam.org/nasional/nilai-positif-jalin-kerjasama-dengan-rusia/. Diakses pada Tanggal 03 Januari 2015pukul, 01.39 WITA.
http://www.suaramerdeka.com/harian/0306/23/nas9.htm. Diakses pada tanggal 03 Januari 2015, Pukul 12.00 WITA.
http://belajarpsikologi.com/pengertian-kepemimpinan-menurut-para-ahli/. Diakses tanggal 3 Januari 2015, Pukul 12.05 WITA.
  http://belajarpsikologi.com/pengertian-psikologi/. Diakses tanggal 3 Januari 2015, Pukul 12.05 WITA.
http://id.wikipedia.org/wiki/Tentara_Nasional_Indonesia. Diakses pada tanggal 03 Januari 2015, Pukul 11.51 WITA.
https://reffisoebagyo4.wordpress.com/2013/09/10/kebijakan-presiden-bj-habibi-sampai-presiden-megawati/. Diakses tanggal 21 Januari 2015, Pukul 20.32 WITA.
http://202.146.5.33/utama/news/0307/04/133044.htm. Diakses pada tanggal 03 Januari 2015, pukul 01.59 WITA.




[1] Mochtar, Kustiniati. Mohamad Roem - Diplomasi Ujung Tombak Perjuangan RI. Jakarta : PT Gramedia, 1989, hlm 84.
[2]https://www.academia.edu/6779635/Kebijaksanaan_Perekonomian_Indonesia_selama_era_reformasi_sampai_sekarang. Diakses tanggal 21 Januari 2015, Pukul 20.28 WITA.
[3]  http://www.suaramerdeka.com/harian/0306/23/nas9.htm. Diakses tanggal 3 Januari 2015, Pukul
  12.00 WITA.
[4] http://id.wikipedia.org/wiki/Tentara_Nasional_Indonesia. Diakses tanggal 3 Januari 2015, Pukul
  11.51 WITA.
[5] http://www.jurnas.com/halaman/3/2012-04-03/204575. Diakses tanggal 3 Januari 2015, Pukul
  12.05 WITA.
  Januari 2015, Pukul 12.05 WITA.
[8] http://belajarpsikologi.com/pengertian-psikologi/. Diakses tanggal 3 Januari 2015, Pukul 12.05 WITA.
[9] Soerapto, R. Hubungan Internasional : Sistem, Interaksi dan Perilaku, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997, hlm 87.
[10] Ibid, Soerapto, R, hlm 200-201.
[11] Ayu, Rindu. Syarifah Ida Farida. Laporan Hasil Penelitian Universitas Al Azhar Indonesia-Perkembangan Politik Luar Negeri Indonesia Era Reformasi. Jakarta, 2009. Hal. 23
[12] Op. Cit., Soerapto, R., hlm189-197.
[13] Tong, Rosemarie Putnam. Feminist Thought : Pengantar paling Komprehensif kepadaAliran Utama Pemikiran Feminis, terj. Aquarini Priyatna Prabasmoro.Yogyakarta : Jalasutra, 1998. Hal. 58
[14] Welleck, Rene dan Austin Warren. Teori Kesusastraan, terj. Melani Budianta. Jakarta : Gramedia, 1990. Hal. 49
[15] Op. Cit., Ayu, Rindu, Hal. 9
[16] Lesmana, Tjipta. Dari Soekarno sampai SBY-Intrik & Lobi Penguasa. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2009. Hal. 15
[17] Ibid, Lesmana, Tjipta. Hal. 45
[18] J, Philips Vermonte. Demokratisasi dan Politik Luar Negeri Indonesia : Membangun Citra Diri.
   Jakarta : CSIS, 2005. hlm 35.
[19] http://www.pelita.or.id/baca.php?id=12013, Diakses tanggal 21 Januari 2015, Pukul 21.40 WITA.
[20] http://www.politikindonesia.com/readhead.php?id=352&jenis=plt, Diakses tanggal 21 Januari 2015, Pukul 21.40 WITA.
[21] Djelantik, Sukawarsini. Diplomasi antara Teori dan Praktik. Yogyakarta , Graha Ilmu : 2008.
[22] http://www.pelita.or.id/baca.php?id=15166. Diakses Tanggal 8 Juli 2014 pukul 02.27 WITA.
[23] Op.CIt. Lesmana, Tjipta. Hal. 65
[24] Hasyim Djalal. 1990. Politik Luar Negeri Indonesia Dalam Dasawarsa. Jakarta: CSIS. Hal. 207
   3 Januari 2015 pukul, 01.39 WITA.
[26] Op. Cit.,. Lesmana, Tjipta. Hal. 87
[27]http://www.gatra.com/2003-07-08/artikel.php?id=29848, diakses pada 3 Januari 2015 pukul:01.53 WITA.
[28] http://www.politikindonesia.com/readhead.php?id=352&jenis=plt,diakes pada  03 Januari 2015, pukul ; 01.58 WITA.
[29] http://202.146.5.33/utama/news/0307/04/133044.htm ,diakses pada 03 Januari 2015, pukul 01.59 WITA.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar