Senin, 02 Maret 2015

KEBIJAKAN LUAR NEGERI INDIA TERHADAP PAKISTAN MENGENAI SENJATA NUKLIR




KEBIJAKAN LUAR NEGERI INDIA TERHADAP PAKISTAN MENGENAI SENJATA NUKLIR

(Pengambilan Keputusan)
Kelompok 2;                                                                                                           Amir                                                                                                                                          Andi Fauziah                                                                                                        Simon Sarman Songli                                                                                              Suwasistiti Estu Setyandari
PENDAHULUAN


Dalam mempelajari politik luar negeri, pengertian dasar yang harus kita ketahui yaitu politik luar negeri itu pada dasarnya merupakan “Action Theory” atau kebijaksanaan suatu Negara yang ditujukan ke Negara lain untuk mencapai suatu kepentingan tertentu. Adapun pengertian politik luar negeri dalam studi Hubungan Internasional merupakan salah satu bidang kajiannya dan studi yang kompleks karena tidak hanya melibatkan aspek-aspek eksternal, tetapi juga aspek aspek internal suatu Negara.
Dengan kajian politik luar sebagai suatu system, rangsangn dari lingkungan eksternal dan domestik sebagai input yang mempengaruhi politik luar negeri suatu Negara diperspeksikan oleh para pembuat keputusan dalam suatu proses konversi menjadi output. Pengambilan keputusan tersebut menurut Malayu S. P. H adalah suatu proses penentuan keputusan yang terbaik dari sejumlah alternatif untuk melakukan aktivitas-aktivitas pada masa yang akan datang.
Sebagai contoh, kasus antara India dan Pakistan yang memiliki nuklir dengan keunggulan dan kelemahan masing-masing. Dimana, India dengan teknologi nuklir yang lebih canggih tetapi kurang mempunyai sumber daya uranium sedangkan Pakistan dengan sumber daya uranium yang berlimpah tetapi kurang pengelolaannya.
Menurut Graham T. Allison ada 3 model dalam pengambilan keputusan politik luar negeri yaitu Aktor Rasional, Proses Organisasi, Politik-Birokratik. Untuk itu, dapat kita jumpai pada kasus India yang sebagai negara paling dipandang dikawasan Asia Selatan sedangkan Pakistan dengan negara yang mempunyai cadangan nuklir yang  berlimpah. Selain itu kedua negara ini sering bersitegang dan isu yang paling  populer adalah isu perebutan Kashmir diantara kedua negara tersebut.
Setelah berbagai pasang surut hubungan antar kedua negara tersebut, kini masalah terbaru yang dihadapi adalah masalah pesenjataan nuklir. Setelah India sempat mengancam Pakistan dengan senjata nuklirnya, lalu akhir-akhir ini terdengar kabar bahwa India berencana mengakhiri  pertegangan itu dengan melakukan perundingan terhadap Pakistan[1] hal ini terjadi ? Padahal kita mengerti bahwa India dikenal paling berbahaya di kawasan Asia Selatan.
Dalam paper ini, penulis menggunakan teori dari Graham T. Allison yaitu teori rasional aktor. Teori ini menjelaskan bagaimana sebuah kebijakan luar negeri diputuskan yang paling rasional dalam sebuah negara. Kita analogikan dalam bermain catur berkelompok dan tiap kelompok mempunyai wakil yang bertugas menggerakkan buah catur tersebut. Wakil tersebut akan  berusaha menggerakkan buah catur yang dia anggap pilihan paling rasional agar menang atau memakan buah catur lawan. Demikian pula dengan sebuah negara. Presiden akan mempertimbangkan masukan yang dia anggap rasional untuk dijadikan sebuah kebijakan luar negeri.
Rasional Aktor model[2] ini dijelaskan di mana negara diasumsikan sebagai sebuah aktor tunggal rasional yang membuat keputusan sendiri. Adapun asumsi-asumsi dasar yang berlaku dalam model ini adalah kebijakan merupakan pilihan dari pemerintah nasional yang akan memberikan keuntungan terbesar dan kerugian terkecil dibandingkan beberapa alternatif  pilihan lain. Akan tetapi, model ini kemudian mendapat kritik sehubungan dengan penggambaran kerangka analisis yang terlalu menyederhanakan masalah. Meskipun banyak pendapat yang mempercayai negara bergerak sebagai aktor tunggal, hal itu tidak sepenuhnya dapat dibuktikan.
India rupanya curiga dan takut akan pakta nuklir yang diam-diam dilakukan antara Pakistan dan Korea Utara.



PEMBAHASAN
Perseteruan hubungan di kawasan Asia Selatan antara Pakistan dengan India menuai pasang surut. Setelah Pakistan merdeka dari India rupanya India masih tidak terima dengan kemerdekaan itu. Buktinya India berusaha selalu menjegal kegiatan Pakistan termasuk dalam pertahanan. Setelah perang akibat  perebutan wilayah Kashmir, baru-baru ini kita mendengar bahwa kedua negara sedang bersitegang masalah nuklir. India dengan kekuatan nuklirnya yang canggih sedangkan Pakistan dengan sumber daya uranium yang berlimpah.
India sejak merdeka dari Inggris memang menjadi sosok yang paling  besar di kawasan Asia Selatan. Entah itu dalam masalah perekonomian,  pertahanan, dll. Namun sepertinya Pakistan waspada akan hal ini. Pakistan yang dahulunya lepas dari India karena kurangnya perhatian pemerintah terhadap warga muslim. Setelah merdeka, hubungan Pakistan dengan India mulai memanas. Isu yang paling populer adalah perang antar kedua negara memperebutkan wilayah Kashmir. Setelah itu, kedua negara berupaya saling menonjolkan kekuatan mereka dengan senjata nuklirnya. Kedua negara pun mulai meminta bantuan terhadap negara-negara yang memang lebih mahir dalam pengelolaan nuklir seperti Amerika.
Perselisihan antara India dengan Pakistan memang sering terjadi. Pakistan menganggap India musuh karena berdasarkan history Pakistan merdeka sedangkan India menganggap musuh Pakistan karena mereka lepas dan memperebutkan wilayah Kashmir. Berbagai perundingan mulai dilakukan antara pihak PBB, Pakistan dan India. Dimana kedua negara berhak mempertahankan apa yang telah mereka pegang di Kashmir. Hal ini dilakukan melalui pengambilan keputusan melalui bentuk demokrasi dibawah  pengawasan PBB.
Namun, sebelum terjadinya gencatan senjata antara India dan Pakistan  pada tanggal 13 September 1948 dimana pemerintah India mengirim  pasukannya ke Heyderabad. Pasukan nasionalis Kashmir melakukan  pertarungan terhadap pasukan India. Namun, pasukan tersebut kalah melawan  pasukan India yang kuat. Perebutan wilayah tidak berakhir sampai disitu saja, namun pada tahun 1962 terjadi perang antara China dengan India. Perang tersebut berakhir dengan kekalahan India dan membuat Pakistan memiliki kesempatan untuk mengalahkan India dengan cara meniru apa yang dilakukan oleh China.
Selain itu serangan yang dilakukan oleh Pakistan mendapat dukungan dari China dan negara-negara muslim lainnya termasuk Indonesia. Namun, hal ini nampak berbeda dari India dimana ia merupakan negara Non Blok sehingga dukungan yang diperoleh India hanya sedikit. Negara negara besar seperti Amerika dan Uni Soviet hanya berperan sebagai negara non blok. Ternyata disisi lain kedua negara non blok tersebut melakukan kerja sama dengan salah satu dari kedua negara yang sedang melakukan pertikaian. Dimana AS melakukan hubungan kerja sama dengan Pakistan serta disisi lain Uni Soviet melakukan kerja sama dengan Pakistan. Hal ini dapat dilihat oleh  persenjataan perang yang digunakan oleh India dan Pakistan. Sehingga  perang ini bisa disebut sebagai uji coba senjata kedua negara non blok tersebut hingga akhirnya AS menarik seluruh bantuannya di Pakistan karena merasa takut Uni Soviet akan menyebarkan paham komunisnnya.
Akhirnya perang yang terjadi di Pakistan tahun 1965 itu dimenangkan oleh India, dikarenakan taktik yang dimiliki oleh India sangat cerdas dimana ia dapat memanfaatkan arena pertempuran dengan baik. Serta dengan laporan yang diberikan oleh penduduk Kashmir tentang penyusupan yang dilakukan oleh tentara Pakistan ke wilayah-wilayah yang memiliki peran penting bagi India. Disini kita melihat bahwa militer dan politik memiliki peran yang sangat penting dalam sebuah negara, sehingga dengan melalui kedua hal tersebut maka sebuah negara akan mengalami kemudahan untuk berkuasa dan mencapai kepentingan nasionalnya. Karena di kancah Internasional tidak ada lawan maupun kawan abadi melainkan kepentingan nasional.
Hal inilah yang seharusnya dilakukan Pakistan dimana apabila Pakistan memiliki kekuatan militer dan politik dalam negaranya agar stabil. Maka tidak menutup kemungkinan Pakistan dapat mempengaruhi kebijakan kebijakan yang dibuat oleh negara lain. Terlebih lagi Pakistan mulai mengembangkan nuklir dan membuat menjadi soft power. Hal inilah yang mebuat India mulai waswas akan kebangkitan Pakistan. Apalagi Pakistan mempunyai cadangan uranium yang sangat  berlimpah dan mulai melakukan pendekatan dengan negara-negara yang mempunyai tekhnologi nuklir canggih seperti China dan Korea Utara.
Namun, setelah kematian presiden Korea Utara rupanya membuat India takut. Mengapa? Karena India menduga Pakistan telah mempunyai  pakta terhadap Korea Utara masalah nuklir. India takut jika pergantian rezim di Korea Utara akibat kematian presiden Kim Jong Il membuat Korea Utara semakin gencar membantu Pakistan dalam hal persenjataan nuklir. Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa Korea Utara dan Iran adalah musuh utama Amerika Serikat karena kedua negara ini mempunyai persenjataan nuklir yang mereka klaim bisa menandingi kecanggihan senjata nuklir milik AS.
Berdasarkan teori kebijakan luar negeri milik Graham T. Allison,  perilaku India untuk melakukan perundingan kepada Pakistan masalah nuklir termasuk kebijakan Rasional Aktor. Hal ini dikarenakan kebijakan India ini diputuskan oleh satu aktor saja yaitu pemegang kekuasaan di India. Dalam teori tersebut dijelaskan bahwa model rasional aktor dalam pengambilan kebijakan luar negeri sebuah negara ditentukan oleh pemegang kekuasaan negara tersebut berdasarkan kebijakan yang dia nilai paling rasional dan aman untuk dilakukan.
Di sini penulis menganalisa bahwa India berupaya melakukan  perdamaian nuklir dengan Pakistan karena takut akan pakta nuklir yang dicurigai India telah dibuat antara Pakistan dengan Korea Utara. Apalagi setelah kematian presiden Korea Utara Kim Jong Il rupanya India semakin waspada. India mewaspadai bahwa kematian presiden Kim Jong Il membuat Korea Utara semakin gencar membantu Pakistan dalam masalah persenjataan nuklir.

PENUTUP
Kita paham bagaimana posisi India di kawasan Asia Selatan. India sebagai negara paling kuat di kawasan itu. Pakistan adalah negara yang selalu  berusaha menjegal India. Kedua negara tersebut sering berkonflik. Namun, Pakistan yang sudah sangat mungkin kalah tetapi tetap berjuang. Pakistan menggunakan cara dengan mendekati negara-negara yang mempunyai teknologi nuklir yang canggih.
India mulai waspada akan kebangkitan militer Pakistan. India mencurigai Pakistan membuat pakta nuklir dengan Korea Utara. Apalagi Pakistan mempunyai cadangan uranium yang berlimpah. Hal inilah yang membuat India mengajak Pakistan untuk berunding guna berdamai dalam  perang dan saling terbuka masalah persejataan nuklir di kedua negara.
Hal itulah yang penulis angkat sebagai case study dalam teori Graham T. Allison. Dimana penulis mengangkat teori rasional aktor. Rasional Aktor model ini dijelaskan di mana negara diasumsikan sebagai sebuah aktor tunggal rasional yang membuat keputusan sendiri. Adapun asumsi-asumsi dasar yang  berlaku dalam model ini adalah kebijakan merupakan pilihan dari pemerintah nasional yang akan memberikan keuntungan terbesar dan kerugian terkecil dibandingkan beberapa alternatif pilihan lain. Akan tetapi, model ini kemudian mendapat kritik sehubungan dengan penggambaran kerangka analisis yang terlalu menyederhanakan masalah. Meskipun banyak pendapat yang mempercayai negara bergerak sebagai aktor tunggal, hal itu tidak sepenuhnya dapat dibuktikan.




REFERENSI
Buku
Allison, Graham T. 1994.  “Conceptual Models and the Cuban Missile Crisis”, dalam S. JohnIkenberry. American Foreign Policy, Theoretical Essays (3rd edition), (New York: Longman).
Internet
http://news.okezone.com/read/2011/12/20/413/544705/india-takut-kebangkitan pakta-nuklir-korut-pakistan. diakses tanggal 11 November 2014 Pukul 12.05 Wita.


[1]http://news.okezone.com/read/2011/12/20/413/544705/india-takut-kebangkitan pakta-nuklir-korut-pakistan. diakses tanggal 11 November 2014 Pukul 12.05 Wita.
[2] Graham T. Allison, “Conceptual Models and the Cuban Missile Crisis”, dalam S. JohnIkenberry. American Foreign Policy, Theoretical Essays (3rd edition), (New York: Longman, 1994), hal 415-418.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar