BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Negara
Palestina adalah sebuah negara di Timur Tengah antara Laut Tengah dan Sungai
Yordan. Status politiknya masih dalam perdebatan. Sebagian besar negara di
dunia termasuk negara-negara anggota OKI, Liga Arab, Gerakan Non-Blok, dan
ASEAN telah mengakui keberadaan Negara Palestina. Wilayah Palestina saat ini
terbagi menjadi dua entitas politik, yaitu Wilayah Pendudukan Israel dan
Otoritas Nasional Palestina. Deklarasi Kemerdekaan Palestina dinyatakan pada 15
November 1988 di Aljir oleh Dewan Nasional (PNC) Organisasi Pembebasan
Palestina (PLO).
KTT
Liga Arab 1974 menunjuk PLO sebagai "wakil sah tunggal rakyat Palestina
dan menegaskan kembali hak mereka untuk mendirikan negara merdeka yang
mendesak." PLO telah memiliki status pengamat di Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai "entitas non-negara" sejak 22 November
1974, yang memberikan hak untuk berbicara di Majelis Umum PBB tetapi tidak
memiliki hak suara. Setelah Deklarasi Kemerdekaan, Majelis Umum PBB secara
resmi "mengakui" proklamasi dan memilih untuk menggunakan sebutan
"Palestina" bukan "Organisasi Pembebasan Palestina" ketika
mengacu pada pengamat permanen Palestina. Dalam keputusan ini, PLO tidak
berpartisipasi di PBB dalam kapasitasnya sebagai pemerintah Negara Palestina.
Sejak tahun 1998, PLO diatur untuk duduk di Majelis Umum PBB segera setelah
negara non-anggota dan sebelum semua pengamat lain.
Hingga
18 Januari 2012, 129 (66,8%) dari 193 negara anggota PBB telah mengakui Negara
Palestina. Banyak negara yang tidak mengakui Negara Palestina tetap mengakui
PLO sebagai "wakil rakyat Palestina". Selain itu, komite eksekutif
PLO diberdayakan oleh PNC untuk melakukan fungsi pemerintah Negara Palestina.
Untuk itu, hingga saat ini masih banyak perdebatan mengenai kedudukan palestina
sebagai suatu Negara. Jika dikait dengan Variabel Birokratis yang mempengaruhi
Pembuatan politik luar negeri maka dapatkah palestina menjadi suatu Negara
dengan perdebatan tersebut dengan dukungan dari beberapa Negara maju seperti
Inggris ?
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana alur Pengakuan
Palestina dari Parlemen Inggris ?
2.
Apa hubungan Variabel Birokratik dengan Pengakuan Palestina dari Parlemen Inggris ?
3.
Tujuan Masalah
1.
Untuk alur Pengakuan
Palestina dari Parlemen Inggris
2.
Untuk mengetahui hubungan Variabel Birokratik dengan Pengakuan Palestina dari Parlemen Inggris
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengakuan Palestina dari Parlemen Inggris
Peningkatan
status Palestina dari ‘entitas’ menjadi negara anggota tidak akan membawa
perubahan yang nyata bagi Palestina. Status baru ini tidak lebih dari sekedar
penyesatan politik yang akan memperpanjang penderitaan rakyat Palestina. Pangkal
persoalan di Palestina sesungguhnya adalah keberadaan ‘entitas’ zionis Yahudi
yang telah menjajah Palestina,mengusir, dan melakukan pembunuhan masal terhadap
umat Islam di sana. Segala bentuk solusi yang tidak mengarah kepada persoalan
pokok ini yaitu mengusir keberadaan penjajah disana , bukanlah solusi yang
sejati. Solusi selain ini sekedar untuk kepentingan elit politik Arab dan upaya
memperpanjang penjajahan Palestina. Sekedar memberikan harapan-harapan palsu
lewat perdamaian dan janji kemerdekaan semu.[1]
Tapi, hal itu bukanlah sesuatu yang harus dikhawatirkan oleh pemerintah
palestina karena kemerdekaannya mulai didukung oleh beberap Negara maju
terutama parlemen Inggris.
House
of Commons alias majelis rendah Inggris mendukung pembentukan negara Palestina.
Meski demikian, voting tersebut sama sekali tidak mengubah kebijakan
pemerintahan Perdana Menteri (PM) David Cameron tentang Palestina.[2] Pemungutan
suara itu diikuti oleh 286 dari 650 anggota parlemen Inggris. Hasil pemungutan
suara menunjukkan, 274 anggota parlemen sepakat bahwa pemerintah Inggris harus
mengakui Palestina sebagai sebuah negara yang hidup berdampingan dengan Israel.
Pengakuan itu penting sebagai bentuk kontribusi Inggris untuk menghidupkan
kembali proses perdamaian kedua negara yang macet.[3]
Pengakuan
kedaulatan Palestina dinilai menjadi solusi paling mungkin untuk konflik Timur
Tengah. Dengan diakuinya negara tersebut, posisi mereka diharapkan sejajar
dengan Israel dalam pandangan dunia internasional. Invasi Israel terhadap
tanah-tanah Palestina akan dianggap ilegal dan melanggar Konvensi Jenewa. Di
sisi lain, pengakuan parlemen Inggris ini masih merupakan satu dari sekian
langkah panjang. Hasil voting yang memenangkan dukungan terhadap Palestina
belum bisa memberikan dampak politik langsung. Parlemen hanya bisa memberikan
masukan atas hasil voting ini kepada perdana menteri Inggris dalam mengambil
kebijakan luar negeri. Namun, dalam sudut pandang berbeda, pengakuan Parlemen
Inggris ini menunjukkan kekuatan Partai Buruh. Mereka sejak 1980 telah aktif
menyebarkan kampanye anti Israel sebagai negara penjajah dan mendukung penuh
kemerdekaan Palestina.
Anggota parlemen dari Partai Buruh Grahame Morris merupakan
penggagas mosi dukungan terhadap Palestina sebagai sebuah negara. Partai Buruh
pun mendukung langkah yang diajukan Moris dengan mengemukakan pendapat bahwa "DPR
menilai sudah seharusnya Pemerintah Inggris mengakui keberadaan Palestina
bersama dengan Negara Israel sebagai kontribusi nyata untuk menjamin negosiasi
dua pihak bertikai." Pemungutan suara tersebut digelar tak lama
setelah pemerintahan baru kiri-tengah Swedia bersiap untuk mengakui secara
resmi Palestina sebagai negara. Keputusan Swedia dikecam Israel.[4]
Berbeda dengan Partai Buruh, Partai
Konservatif dan Demokrat Liberal membebaskan anggotanya untuk memilih sikap
masing-masing. Pemerintahan Perdana Menteri David Cameroon telah
menginstruksikan jajarannya untuk abstain. Hanya 286 dari 650 anggota dewan yang
menggunakan suaranya. Banyak anggota memilih abstain. Hingga kini Pemerintah
Inggris belum mengakui keberadaan negara Palestina. Pejabat kementerian yang
bertanggung jawab untuk Timur Tengah Tobias Elwood mengatakan, Inggris secara
bilateral akan mengakui Palestina sebagai sebuah negera jika dinilai memang
memberikan dampak nyata terhadap perdamaian.[5]
Tujuan dari pengakuan tersebut sangat
sederhana, berdasarkan keyakinan bahwa pengakuan negara Palestina, di samping
negara Israel akan menambah tekanan untuk menghasilkan solusi kedua negara yang
dinegosiasikan dan dapat membawa prosepek yang lebih dekat untuk membuahkan
hasil, menurut salah seorang anggota parlemen, Jack Straw. Kendati demikian,
hasil keputusan pemungutan suara parlemen itu bersifat non-banding atau tidak
mengikat. Dengan kata lain, keputusan tidak akan mengubah kebijakan luar negeri
Inggris. Namun keputusan itu bisa membawa nilai simbolis atas dukungan terhadap
upaya Paletina untuk mendapat pengakuan internasional sebagai sebuah negara. Sedangkan
menurut Menteri Pemerintah Inggris yang bertanggung jawab untuk Timur Tengah,
Tobias Ellwood kepada Reuters "Inggris akan mengakui negara Palestina
secara bilateral ketika kita menilai itu yang terbaik untuk membantu mewujudkan
perdamaian,". Diketahui, Palestina telah berupaya untuk mencari pengakuan
internasional sebagai sebuah negara yang merdeka atas wilayah Tepi Barat dan
Gaza dengan ibu kotanya Yerusalem Timur.
Majelis Umum PBB sendiri telah
menyetujui pengakuan de facto terhadap Palestina sebagai sebuah negara pada
tahun 2012. Namun Amerika Serikat, Uni Eropa dan sebagian besar negara Uni
Eropa, termasuk Inggris belum menyepakati hal itu.[6]
Disisi lain, menteri luar negeri Israel seperti diberitakan al-Arabiya dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA) mengeluarkan statemen atas pemungutan suara yang dilakukan parlemen Inggris
untuk mendukung dan mengakui negara Palestina merdeka berisiko merusak prospek
perdamaian.
Ketika isu pengakuan atas Palestina di PBB dibahas di
House of Commons, Ed Miliband mendesak David Cameron agar mendukung pengakuan
Palestina. Berbagai organisasi solidaritas di Inggris telah mengkampanyekan
gerakan dukungan tersebut. Sejumlah anggota parlemen juga telah dipilih untuk
melakukan lobi, dalam peluncuran Kampanye Solidaritas Palestina atas inisiatif
mereka dengan harapan akan sukses dan melibatkan ribuan konstituen. Jika
parlemen Inggris mendukung pengakuan ini, maka Inggris merupakan salah satu
negara di Eropa pertama yang mengakui negara Palestina, menyusul Spanyol yang telah
mengeluarkan resolusi untuk mengakui negara Palestina tahun 2011.[7]
B. Hubungan Variabel Birokratik dengan Pengakuan
Palestina dari Parlemen Inggris
Dalam variabel birokratik
berpandangan bahwa partai politik, kelompok-kelompok penekan, mass media yang
bebas dan opini publik. Didalam keputusan parlemen inggris mengenai pengakuan
palestina Pemungutan
suara itu diikuti oleh 286 dari 650 anggota parlemen Inggris. Hasil pemungutan
suara menunjukkan, 274 anggota parlemen sepakat bahwa pemerintah Inggris harus
mengakui Palestina sebagai sebuah negara yang hidup berdampingan dengan Israel dengan tujuan agar
kedua negara ini dapat aman dan tentram, dan 12 anggota parlemen tidak sepakat,
Perdebatan berjalan alot setelah Mantan Sekretaris Negara dari Partai
Konservatif, Malcolm Rifkind mengatakan tidak mungkin bagi Inggris mengakui
negara yang tidak memiliki batas, angkatan bersenjata atau sebuah pemerintahan.
Dan Palestina, saat ini hanya memiliki dua pemerintahan administratif dan tidak
memenuhi syarat mendapat pengakuan.
Seorang pendukung Israel
terkemuka Guto Bebb menyimpulkan pilihan politik tersebut menunjukkan bahwa
terlepas dari suara mayoritas wakil rakyat, posisi Pemerintah Inggris tidak
akan berubah dan opini internasional tidak akan terpengaruh oleh perdebatan
beberapa anggota parlemen di Inggris. Dia menyarankan rekan-rekan di Partai
Konservatif harus menjauhi pilihan tersebut, sementara Partai Buruh telah
menjadikan ruang gedung parlemen sebagai forum kebijakan mereka sendiri
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam keputusanya House of Commons alias majelis rendah Inggris
mendukung pembentukan negara Palestina. Meski demikian, voting tersebut sama
sekali tidak mengubah kebijakan pemerintahan Perdana Menteri (PM) inggris tentang Palestina, meskipun ada parlemen yang
tidak setuju dalam keputusan ini akan tetapi tidak berpengaruh terhadap
pengakuan palestina.
REFERNSI
http://hizbut-tahrir.or.id/2012/12/01/analisis-pengakuan-palestina-menjadi-negara-tidak-akan-membawa-perubahan-yang-signifikan/. Diakses
tanggal 23 Oktober 2014 Pukul 10.48
WITA
http://www.jpnn.com/read/2014/10/15/263674/Parlemen-Inggris-Dukung-Pembentukan-Negara-Palestina- Diakses tanggal 23 Oktober 2014 Pukul 10.48
WITA
http://dunia.rmol.co/read/2014/10/14/175728/Secara-Simbolis,-Parlemen-Inggris-Akui-Palestina-Sebagai-Negara-
Diakses tanggal 23 Oktober 2014 Pukul 10.50 WITA
http://www.republika.co.id/berita/koran/halaman-1/14/10/15/ndh4s557-parlemen-inggris-akui-negara-palestina Diakses
tanggal 23 Oktober 2014 Pukul 10.59 WITA
http://dunia.rmol.co/read/2014/10/14/175728/Secara-Simbolis,-Parlemen-Inggris-Akui-Palestina-Sebagai-Negara-
Diakses tanggal 23 Oktober 2014 Pukul 10.50 WITA
[1] http://hizbut-tahrir.or.id/2012/12/01/analisis-pengakuan-palestina-menjadi-negara-tidak-akan-membawa-perubahan-yang-signifikan/. Diakses
tanggal 23 Oktober 2014 Pukul 10.48
WITA
[2] http://www.jpnn.com/read/2014/10/15/263674/Parlemen-Inggris-Dukung-Pembentukan-Negara-Palestina- Diakses tanggal 23 Oktober 2014 Pukul 10.48
WITA
[3] http://dunia.rmol.co/read/2014/10/14/175728/Secara-Simbolis,-Parlemen-Inggris-Akui-Palestina-Sebagai-Negara-
Diakses tanggal 23 Oktober 2014 Pukul 10.50 WITA
[4] http://www.republika.co.id/berita/koran/halaman-1/14/10/15/ndh4s557-parlemen-inggris-akui-negara-palestina
Diakses tanggal 23 Oktober 2014 Pukul 10.59 WITA
[6] http://dunia.rmol.co/read/2014/10/14/175728/Secara-Simbolis,-Parlemen-Inggris-Akui-Palestina-Sebagai-Negara-
Diakses tanggal 23 Oktober 2014 Pukul 10.50 WITA
[7] http://mirajnews.com/id/internasional/israel-kritisi-keputusan-parlemen-inggris-akui-palestina/ Diakses tanggal 23 Oktober 2014 Pukul 10.50
WITA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar