Senin, 02 Maret 2015

Status Politik Palestina



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Negara Palestina adalah sebuah negara di Timur Tengah antara Laut Tengah dan Sungai Yordan. Status politiknya masih dalam perdebatan. Sebagian besar negara di dunia termasuk negara-negara anggota OKI, Liga Arab, Gerakan Non-Blok, dan ASEAN telah mengakui keberadaan Negara Palestina. Wilayah Palestina saat ini terbagi menjadi dua entitas politik, yaitu Wilayah Pendudukan Israel dan Otoritas Nasional Palestina. Deklarasi Kemerdekaan Palestina dinyatakan pada 15 November 1988 di Aljir oleh Dewan Nasional (PNC) Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).
KTT Liga Arab 1974 menunjuk PLO sebagai "wakil sah tunggal rakyat Palestina dan menegaskan kembali hak mereka untuk mendirikan negara merdeka yang mendesak." PLO telah memiliki status pengamat di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai "entitas non-negara" sejak 22 November 1974, yang memberikan hak untuk berbicara di Majelis Umum PBB tetapi tidak memiliki hak suara. Setelah Deklarasi Kemerdekaan, Majelis Umum PBB secara resmi "mengakui" proklamasi dan memilih untuk menggunakan sebutan "Palestina" bukan "Organisasi Pembebasan Palestina" ketika mengacu pada pengamat permanen Palestina. Dalam keputusan ini, PLO tidak berpartisipasi di PBB dalam kapasitasnya sebagai pemerintah Negara Palestina. Sejak tahun 1998, PLO diatur untuk duduk di Majelis Umum PBB segera setelah negara non-anggota dan sebelum semua pengamat lain.
Hingga 18 Januari 2012, 129 (66,8%) dari 193 negara anggota PBB telah mengakui Negara Palestina. Banyak negara yang tidak mengakui Negara Palestina tetap mengakui PLO sebagai "wakil rakyat Palestina". Selain itu, komite eksekutif PLO diberdayakan oleh PNC untuk melakukan fungsi pemerintah Negara Palestina. Untuk itu, hingga saat ini masih banyak perdebatan mengenai kedudukan palestina sebagai suatu Negara. Jika dikait dengan Variabel Birokratis yang mempengaruhi Pembuatan politik luar negeri maka dapatkah palestina menjadi suatu Negara dengan perdebatan tersebut dengan dukungan dari beberapa Negara maju seperti Inggris ?
B.  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana alur Pengakuan Palestina dari Parlemen Inggris ?
2.      Apa hubungan Variabel Birokratik dengan Pengakuan Palestina dari Parlemen Inggris ?
3.    Tujuan Masalah
1.      Untuk alur Pengakuan Palestina dari Parlemen Inggris
2.      Untuk mengetahui hubungan Variabel Birokratik dengan Pengakuan Palestina dari Parlemen Inggris





















BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengakuan Palestina dari Parlemen Inggris
Peningkatan status Palestina dari ‘entitas’ menjadi negara anggota tidak akan membawa perubahan yang nyata bagi Palestina. Status baru ini tidak lebih dari sekedar penyesatan politik yang akan memperpanjang penderitaan rakyat Palestina. Pangkal persoalan di Palestina sesungguhnya adalah keberadaan ‘entitas’ zionis Yahudi yang telah menjajah Palestina,mengusir, dan melakukan pembunuhan masal terhadap umat Islam di sana. Segala bentuk solusi yang tidak mengarah kepada persoalan pokok ini yaitu mengusir keberadaan penjajah disana , bukanlah solusi yang sejati. Solusi selain ini sekedar untuk kepentingan elit politik Arab dan upaya memperpanjang penjajahan Palestina. Sekedar memberikan harapan-harapan palsu lewat perdamaian dan janji kemerdekaan semu.[1] Tapi, hal itu bukanlah sesuatu yang harus dikhawatirkan oleh pemerintah palestina karena kemerdekaannya mulai didukung oleh beberap Negara maju terutama parlemen Inggris.
House of Commons alias majelis rendah Inggris mendukung pembentukan negara Palestina. Meski demikian, voting tersebut sama sekali tidak mengubah kebijakan pemerintahan Perdana Menteri (PM) David Cameron tentang Palestina.[2] Pemungutan suara itu diikuti oleh 286 dari 650 anggota parlemen Inggris. Hasil pemungutan suara menunjukkan, 274 anggota parlemen sepakat bahwa pemerintah Inggris harus mengakui Palestina sebagai sebuah negara yang hidup berdampingan dengan Israel. Pengakuan itu penting sebagai bentuk kontribusi Inggris untuk menghidupkan kembali proses perdamaian kedua negara yang macet.[3]
Pengakuan kedaulatan Palestina dinilai menjadi solusi paling mungkin untuk konflik Timur Tengah. Dengan diakuinya negara tersebut, posisi mereka diharapkan sejajar dengan Israel dalam pandangan dunia internasional. Invasi Israel terhadap tanah-tanah Palestina akan dianggap ilegal dan melanggar Konvensi Jenewa. Di sisi lain, pengakuan parlemen Inggris ini masih merupakan satu dari sekian langkah panjang. Hasil voting yang memenangkan dukungan terhadap Palestina belum bisa memberikan dampak politik langsung. Parlemen hanya bisa memberikan masukan atas hasil voting ini kepada perdana menteri Inggris dalam mengambil kebijakan luar negeri. Namun, dalam sudut pandang berbeda, pengakuan Parlemen Inggris ini menunjukkan kekuatan Partai Buruh. Mereka sejak 1980 telah aktif menyebarkan kampanye anti Israel sebagai negara penjajah dan mendukung penuh kemerdekaan Palestina.
Anggota parlemen dari Partai Buruh Grahame Morris merupakan penggagas mosi dukungan terhadap Palestina sebagai sebuah negara. Partai Buruh pun mendukung langkah yang diajukan Moris dengan mengemukakan pendapat bahwa "DPR menilai sudah seharusnya Pemerintah Inggris mengakui keberadaan Palestina bersama dengan Negara Israel sebagai kontribusi nyata untuk menjamin negosiasi dua pihak bertikai." Pemungutan suara tersebut digelar tak lama setelah pemerintahan baru kiri-tengah Swedia bersiap untuk mengakui secara resmi Palestina sebagai negara. Keputusan Swedia dikecam Israel.[4]
Berbeda dengan Partai Buruh, Partai Konservatif dan Demokrat Liberal membebaskan anggotanya untuk memilih sikap masing-masing. Pemerintahan Perdana Menteri David Cameroon telah menginstruksikan jajarannya untuk abstain. Hanya 286 dari 650 anggota dewan yang menggunakan suaranya. Banyak anggota memilih abstain. Hingga kini Pemerintah Inggris belum mengakui keberadaan negara Palestina. Pejabat kementerian yang bertanggung jawab untuk Timur Tengah Tobias Elwood mengatakan, Inggris secara bilateral akan mengakui Palestina sebagai sebuah negera jika dinilai memang memberikan dampak nyata terhadap perdamaian.[5]
Tujuan dari pengakuan tersebut sangat sederhana, berdasarkan keyakinan bahwa pengakuan negara Palestina, di samping negara Israel akan menambah tekanan untuk menghasilkan solusi kedua negara yang dinegosiasikan dan dapat membawa prosepek yang lebih dekat untuk membuahkan hasil, menurut salah seorang anggota parlemen, Jack Straw. Kendati demikian, hasil keputusan pemungutan suara parlemen itu bersifat non-banding atau tidak mengikat. Dengan kata lain, keputusan tidak akan mengubah kebijakan luar negeri Inggris. Namun keputusan itu bisa membawa nilai simbolis atas dukungan terhadap upaya Paletina untuk mendapat pengakuan internasional sebagai sebuah negara. Sedangkan menurut Menteri Pemerintah Inggris yang bertanggung jawab untuk Timur Tengah, Tobias Ellwood kepada Reuters "Inggris akan mengakui negara Palestina secara bilateral ketika kita menilai itu yang terbaik untuk membantu mewujudkan perdamaian,". Diketahui, Palestina telah berupaya untuk mencari pengakuan internasional sebagai sebuah negara yang merdeka atas wilayah Tepi Barat dan Gaza dengan ibu kotanya Yerusalem Timur.
Majelis Umum PBB sendiri telah menyetujui pengakuan de facto terhadap Palestina sebagai sebuah negara pada tahun 2012. Namun Amerika Serikat, Uni Eropa dan sebagian besar negara Uni Eropa, termasuk Inggris belum menyepakati hal itu.[6] Disisi lain, menteri luar negeri Israel seperti diberitakan al-Arabiya dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA)  mengeluarkan statemen atas pemungutan suara yang dilakukan parlemen Inggris untuk mendukung dan mengakui negara Palestina merdeka berisiko merusak prospek perdamaian.
Ketika isu pengakuan atas Palestina di PBB dibahas di House of Commons, Ed Miliband mendesak David Cameron agar mendukung pengakuan Palestina. Berbagai organisasi solidaritas di Inggris telah mengkampanyekan gerakan dukungan tersebut. Sejumlah anggota parlemen juga telah dipilih untuk melakukan lobi, dalam peluncuran Kampanye Solidaritas Palestina atas inisiatif mereka dengan harapan akan sukses dan melibatkan ribuan konstituen. Jika parlemen Inggris mendukung pengakuan ini, maka Inggris merupakan salah satu negara di Eropa pertama yang mengakui negara Palestina, menyusul Spanyol yang telah mengeluarkan resolusi untuk mengakui negara Palestina tahun 2011.[7]
B.  Hubungan Variabel Birokratik dengan Pengakuan Palestina dari Parlemen Inggris
       Dalam variabel birokratik berpandangan bahwa partai politik, kelompok-kelompok penekan, mass media yang bebas dan opini publik. Didalam keputusan parlemen inggris mengenai pengakuan palestina  Pemungutan suara itu diikuti oleh 286 dari 650 anggota parlemen Inggris. Hasil pemungutan suara menunjukkan, 274 anggota parlemen sepakat bahwa pemerintah Inggris harus mengakui Palestina sebagai sebuah negara yang hidup berdampingan dengan Israel dengan tujuan agar kedua negara ini dapat aman dan tentram, dan 12 anggota parlemen tidak sepakat, Perdebatan berjalan alot setelah Mantan Sekretaris Negara dari Partai Konservatif, Malcolm Rifkind mengatakan tidak mungkin bagi Inggris mengakui negara yang tidak memiliki batas, angkatan bersenjata atau sebuah pemerintahan. Dan Palestina, saat ini hanya memiliki dua pemerintahan administratif dan tidak memenuhi syarat mendapat pengakuan.
       Seorang pendukung Israel terkemuka Guto Bebb menyimpulkan pilihan politik tersebut menunjukkan bahwa terlepas dari suara mayoritas wakil rakyat, posisi Pemerintah Inggris tidak akan berubah dan opini internasional tidak akan terpengaruh oleh perdebatan beberapa anggota parlemen di Inggris. Dia menyarankan rekan-rekan di Partai Konservatif harus menjauhi pilihan tersebut, sementara Partai Buruh telah menjadikan ruang gedung parlemen sebagai forum kebijakan mereka sendiri



BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
       Dalam keputusanya House of Commons alias majelis rendah Inggris mendukung pembentukan negara Palestina. Meski demikian, voting tersebut sama sekali tidak mengubah kebijakan pemerintahan Perdana Menteri (PM) inggris tentang Palestina, meskipun ada parlemen yang tidak setuju dalam keputusan ini akan tetapi tidak berpengaruh terhadap pengakuan palestina.























REFERNSI






[5] Ibid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar