Senin, 20 April 2015

BEGAL = TERORISME ?

Nama : Amir
NIM : 1210521017
Mata Kuliah : Terorisme & Kejahatan Transnasional
Dosen Pengasuh : Achmad, S.IP
BEGAL = TERORISME ?
Tindakan kriminal hampir satu hari lebih dari satu kali dimuat di media. Tidak dapat dipungkiri itulah yang terjadi dalam negri kita ini terkhusus di Makassar, Sulawesi Selatan. Di sana–sini banyak terjadi Pembunuhan, Perampokan, Pemerkosaan, Pencurian, dan banyak lagi Kriminalitas yang lain seperti yang lagi hangat-hangatnya di bahas adalah Geng Motor yang membuat masyarakat khawatir. Walaupun banyak sudah para Geng Motor itu yang ditangkap oleh aparat penegak hukum, tetapi masih banyak pula para Geng Motor yang masih berkeliaran. Sehingga membuat hati masyarakat tidak tenang, selalu resah diselimuti rasa ketakutan.
Geng Motor adalah sekelompok individu pecinta motor yang mempunyai suatu ideologi tersendiri. Awalnya hanya sekumpulan anak-anak remaja yang gemar melakukan balapan motor alias trek-trekan di jalanan umum. Namun berbeda pada saat ini yang berubah menjadi kelompok yang meresahkan masyarakat. Seiring perkembangannya tindakan Geng Motor ini menimbulkan aksi yang disebut Begal.
Pengertian Begal dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia1 adalah begal /be·gal/ /bégal/ n penyamun; membegal /mem·be·gal/ v merampas di jalan; menyamun; pembegalan /pem·be·gal·an/ n proses, cara, perbuatan membegal; perampasan di jalan; penyamunan: - sering terjadi sehingga penduduk di daerah itu tidak berani memakai perhiasan kalau bepergian. Dari hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa Begal adalah penjahat yang merampas barang-barang di tengah jalan sepi. Pembegal
1 http://kbbi.web.id/begal Diakses Tanggal 25 Maret 2015 Pukul16.47 Wita
juga disebut dengan “qathik” karena pencegahan orang dari melewati suatu jalan sebab takut dengan adanya pembegal2 yang akan bertindak kriminal.
Keamanan Makassar akhir-akhir ini sangat memprihatinkan. Hal itu diakibat maraknya Geng Motor yang meresahkan warga karena tindakan mereka sangat brutal seperti Tindak kejahatan yang dilakukan sebagian besar perampasan barang berharga milik korban, seperti Uang, HP, Dompet, Motor, bahkan tindakan yang lebih parah adalah menganiaya atau membunuh korbannya. Sehingga timbul suatu pertanyaan besar diantara para penstudi Hubungan Internasional yang berkaitan Geng Motor/Begal ini. Apakah Geng Motor atau Tindakan Begal ini bisa dikatakan tindakan Terorisme ?
Begal Bukan Terorisme
Terorisme adalah perbuatan yang menyebabkan rasa takut kepada masyarakat. Perbuatan ini menyerang fisik dan mental korban. Perbuatan terror sendiri sebagian besar tersistematis dengan baik bahkan dilakukan oleh sekelompok orang yang punya tujuan khusus baik politik, ekonomi, dan sosial. Sedangkan pengertian Begal itu sendiri adalah suatu tindakan yang bermaksud mengambil barang seseorang dengan paksa di tepi jalan.
Jadi, dari pengertian diatas bisa lebih jelas menggambarkan bahwa tindakan Geng Motor/Begal bukanlah tindakan Terosisme, walaupun keduanya membuat masyarakat resah akan tindakan terornya. Alasannya: Terorisme Menggambarkan diri sebagai gerakan pembebasan nasional, atau (fighters) pejuang sosial, ekonomi, agama, penindasan imperialis. Tetapi tindakannya tidak sesuai dengang kepentingan dan aspirasi kemanusiaan. Bahkan bisa menyerang di ruang publik dan membuat korbannya meninggal. Serta teroris akan ikut meninggal dalam aksinya yang
2 Ahmad Hanafi, MA. 1967. Asas-Asas Hukum Pidana Islam. Bulan Bintang. Jakarta.
melakukan peldakan bunuh diri karena dokterin bahwa dia akan langsung masuk Surga. Contohnya: Bom Bali I dan Bom Bali II
Sedangkan Begal hanya merupakan tindakan perampasan barang korbannya diinggir jalan. Walaupu ada juga yang melakukan penganiayaan terhadap korbannya tetapi dia akan lari jika sudah ada orang yang datang menghampirinya. Berbeda dengan teroris yang ikut meninggal dalam aksinya. Tindakan Begal yang menimbulkan intimidasi dan menyebarkan rasa takut hanyalah bagian dari elemen psikologi.
Perbedaan diatas dapat saya simpulkan bahwa Begal bukanlah tindakan terorisme walaupun akibat yang ditimbulkan sama yaitu membuat masyarakat jadi ketakutan. Tindakan Terorisme dijalankan berdasarkan motif politik atau paham. Sedangkan, Tindakan Begal tidak dijalankan berdasarkan politik.
Referensi:
Ahmad Hanafi, MA. 1967. Asas-Asas Hukum Pidana Islam. Bulan Bintang. Jakarta.
http://kbbi.web.id/begal Diakses Tanggal 25 Maret 2015 Pukul16.47 Wita

Terorisme & Kejahatan Transnasional

Nama : Amir
NIM : 1210521017
Tugas : Terorisme & Kejahatan Transnasional
Pengasuh MK : Achmad, S.IP
TERORISME
Definisi terorisme sendiri saat ini masih menjadi perdebatan meskipun sudah banyak ahli yang medefinisikannya, dan dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan. Secara umum kata “teroris” ( pelaku) dan terorisme (aksi) berasal dari kata latin “terrere” yang kurang lebih berarti membuat gemetar atau menggetarkan, tentu saja kengerian di hati dan pikiran korban.1 Terorisme adalah perbuatan yang menyebabkan rasa takut kepada masyarakat. Perbuatan ini menyerang fisik dan mental korban. Perbuatan terror sendiri sebagian besar tersistematis dengan baik bahkan dilakukan oleh sekelompok orang yang punya tujuan khusus baik politik, ekonomi, dan social.
Istilah “Terorisme” menurut Budi Hardiman2 pada 1970-an dikenakan pada fenomena: dari bom yang meletus di tempat-tempat publik sampai dengan kemiskinan dan kelaparan. Beberapa pemerintah menstigma musuh-musuhnya sebagai “teroris” sebuah istilah yang mudah dipolitisasi, terorisme merupakan fenomena dalam masyarakat demokratis atau masyarakat yang menuju transisi kesana. Didalam negara totaliter terorisme cenderung dilakukan oleh negara. Sejak 11 September 2001 terorisme menemukan bentuk barunya dalam memobilisasi konflik global dalam mengisi kekosongan pasca perang dingin yang mengerucut dalam opini politis “kawan” atau “lawan” dalam skala global perang terhadap terorisme.
Runtuhnya gedung World Trade Centre (WTC) di New York tanggal 11 September lalu akibat serangan teroris kini dilihat banyak pihak sebagai defining moment yang mengakhiri era Pasca Perang Dingin. Memang, tragedi 11 September3 membawa implikasi fundamental terhadap situasi dan percaturan politik internasional. Bagi Amerika Serikat (AS) sendiri, peristiwa tersebut merupakan pukulan telak bagi supremasi adidaya, yang menuntut respon dalam bentuk “perang terhadap terorisme.” Bagi negara-negara lainya, selain menyadarkan mereka bahwa ancaman serius
1 Abdul Wahid, dkk. 2004. Kejahatan Terorisme Perspektif Agama, HAM dan Hukum. Refika Aditama. Bandung. hal. 22
2 Budi Hardiman. 2003. Terorisme: Paradigma dan Definisi” dalam Rusdi Marpaung dan Al Araf, Terorisme Aksi dan Regulasi. Imparsial. Jakarta. hal.3-4
3 http://www.nydailynews.com. Diakses Tanggal 19 Maret 2015, Pukul 16.54 Wita
terhadap kemanusiaan dapat mengambil bentuk yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya, tragedi WTC dan respon AS terhadap terorisme merupakan awal dari terbangunnya sebuah tatanan politik dunia yang ditandai oleh meningkatnya ancaman non-tradisional (khususnya dalam bentuk terorisme) dan hegemonisme AS sebagai adidaya tunggal.
Referensi;
Wahid, Abdul dkk. 2004. Kejahatan Terorisme Perspektif Agama, HAM dan Hukum. Bandung: Refika Aditama.
Hardiman, Budi. 2003. Terorisme: Paradigma dan Definisi” dalam Rusdi Marpaung dan Al Araf, Terorisme Aksi dan Regulasi. Jakarta: Imparsial.
http://www.nydailynews.com

Intelijen & Lobi Yahudi (Praktek Diplomasi)



 PROFIL NEGARA PALESTINA
PROFIL BADAN INTELIJEN







AMIR
1210521017


program studi ilmu hubungan internasional
FAKULTAS EKONOMI & ILMU-ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS FAJAR
2014/2015
PENDAHULUAN
Palestina adalah sebuah nama yang diberikan bangsa Romawi pada abad ke 2 ke wilayah yang kini dikenal dengan nama Timur Tengah dan terletak di pesisir timur Laut Mediterania barat dari Yordania. Nama ini berasal dari bahasa Yunani Palaestina, atau "Tanah orang Filistin," orang-orang pelaut yang menetap daerah pesisir kecil sebelah timur laut dari Mesir, dekat kini Gaza, sekitar abad kedua belas SM Juga dikenal sebagai Tanah Suci, Palestina dianggap suci oleh orang-orang Kristen, Yahudi, dan Muslim, beberapa peristiwa yang paling penting dalam setiap agama memiliki terjadi di sana, terutama di kota Yerusalem.[1]
Saat ini daerah Palestina terbagi menjadi dua entitas politik yakni Daerah negara Israel dan Daerah Otoritas Nasional Palestina, yaitu sebagian besar Tepi Barat dan seluruh Jalur Gaza. Seiring perkembangan zaman, komplik antara Orang-orang Islam yg ada di Palestina dan Israel beberapa kali terjadi termasuk pada tahun 2012 ini dengan sebab politk dalam hal perbedaan pendapat tentang status wilayah politik masing-masing negara.[2] Konflik Palestina-Israel adalah konflik yang paling lama berlangsung di wilayah Timur Tengah (dengan mengenyampingkan Perang Salib), yang menyebabkannya menjadi perhatian utama masyarakat internasional. Sebagai contoh, konflik antara keduanya menjadi agenda pertama dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), ketika PBB baru terbentuk dan sampai saat ini belum terselesaikan meski ratusan resolusi telah dikeluarkan. Kedua entitas politik ini telah “bertarung” di kawasan Timur Tengah semenjak berdirinya negara Israel pada tahun 1948.
Dalam beberapa waktu belakangan, telah terjadi serangkaian peristiwa penting yang menandai proses perdamaian antara kedua entitas ini. Tetapi, konflik antara Palestina – Israel tidak bisa hanya dilihat dari kejadian 5 atau 10 tahun belakangan. Perseteruan antara kedua entitas ini telah berlangsung selama enam dekade (jika dihitung dari terbentuknya negara Israel), dan dimulainya konflik antara Palestina – Israel telah melalui latar belakang sejarah yang cukup panjang. Untuk menjaga kedaulatan Negara, maka harus melakukan segala upayah untuk mempertahankan keamanannya karena keamanan nasional Negara merupakan harga mati buat tetap exis sebagai Negara.[3]
Keamanan Nasional adalah lazim dimiliki bagi setiap negara. Dalam mempertahankan persatuan dan kesadan Ketahanan negara, yang mana konsep keamanan adalah berorientasi pada pertahanan dan ketahanan secara militer.[4] Namun dalam kenyataanya, isu-isu keamanan dalam negara tidaklah selalu bersifat militer semata. Persolan keamanan nasional maupun internasional juga kerap berkaitan dengan aspek-aspek non militer seperti kesenjangan ekonomi, masalah kesehatan, penyelundupan narkotika, dan Spionase. Tentunya, setiap negara harus dapat mendirikan suatu ketahanan yang dapat menciptakan situasi yang aman dan terbebas dari ancaman dan gangguan apapun.
Spionase adalah penyelidikan secara rahasia terhadap data kemiliteran dan data ekonomi negara lain; segala sesuatu yang berhubungan dengan seluk-beluk spion; pemata-mataan.[5] Namun demikian, istilah spionase pada praktiknya digunakan untuk menyebut kegiatan intelijen secara luas. Agar berjalan sukses, spionase membutuhkan individu yang memiliki kemampuan khusus. Agen spionase harus berani, mampu berpikir cepat, dan cerdas, mengingat tugas yang harus mereka selesaikan tergolong sulit dan berbahaya. Spionase melibatkan akses fisik ke sebuah lokasi di mana informasi rahasia disimpan. Terdapat sejumlah cara untuk mencapai tujuan ini, misalnya, mendapatkan pekerjaan sebagai anggota sah dari suatu organisasi tertentu yang ingin dicuri informasinya.[6] Keberadaan badan intelijen bagi suatu negara merupakan sebuah keharusan, karena intelijen laksana mata dan kuping pemerintah mengawasi anasir-anasir asing atau kegiatan yang berpotensi mengancam Negara.
PASUKAN KEAMANAN NASIONAL PALESTINA
Otoritas Nasional Palestina atau Palestina merupakan sebuah negara yang berbentuk Republik Parlementer yang diumumkan berdirinya pada tanggal 15 November 1988 di Aljiria, ibu kota Aljazair. Pada tahun 1993, dalam Persetujuan Oslo, Israel mengakui tim negosiasi Organisasi Pembebasan Palestina atau Palestine Liberation Organization (PLO) atau (Munazzamat al-Tahrir al-Filastiniyyah) sebagai "mewakili rakyat Palestina", dengan imbalan PLO mengakui hak Israel untuk eksis dalam damai, dan penolakannya terhadap "kekerasan dan terorisme". Sementara Israel menduduki wilayah Palestina, sebagai hasil dari Persetujuan Oslo, PLO mendirikan sebuah badan administratif sementara: Otoritas Nasional Palestina (PNA atau PA), yang memiliki beberapa fungsi pemerintahan di bagian Tepi Barat dan Jalur Gaza. Pengambilalihan Jalur Gaza oleh Hamas membagi wilayah Palestina secara politik, dengan Fatah yang dipimpin oleh Mahmoud Abbas menguasai Tepi Barat dan diakui secara internasional sebagai Otoritas Palestina resmi, sementara Hamas telah mengamankan kekuasaannya atas Jalur Gaza. Pada bulan April 2011, kedua pihak telah menandatangani perjanjian rekonsiliasi, tetapi pelaksanaannya masih terbengkalai.
Hingga 18 Januari 2012, 129 (66,8%) dari 193 negara anggota PBB telah mengakui Negara Palestina. Banyak negara yang tidak mengakui Negara Palestina tetap mengakui PLO sebagai "wakil rakyat Palestina".  Selain itu, komite eksekutif PLO diberdayakan oleh PNC untuk melakukan fungsi pemerintah Negara Palestina.[7] Sedikitnya 112 negara di seluruh dunia secara resmi mengakui Palestina sebagai sebuah negara, mulai dari kawasan Afrika hingga Asia, Eropa dan Amerika Latin. Di Amerika Latin, Uruguay dan Peru bergabung dengan negara-negara lain yang mengakui Palestina tahun ini, dimana 12 dari 13 negara di kawasan itu secara resmi mengakui Palestina sebagai sebuah negara. Hanya Kolombia, sekutu utama AS di kawasan itu, yang tidak memberikan pengakuan. Di Amerika Tengah, negara Palestina diakui oleh Kuba, Costa Rica, Nikaragua, Honduras dan El Salvador. Negara-negara Arab juga memberikan pengakuan kepada Palestina, termasuk Suriah pada Juli tahun ini. Di Eropa, Islandia menjadi negara terakhir yang mengakui Palestina, setelah Republik Ceko, Hongaria, Malta dan Polandia. Dan sekitar 150 negara mempertahankan hubungan diplomatik dengan Palestina.[8]
Dengan banyaknya dukungan dari 112 negara dan ditambah 5 negara barat yang mulai mendukung kedudukan Palestina untuk merdeka yaitu Swedia, Polandia, Rusia, Prancis, dan Inggris. Akan tetapi, konflik dinegara tersebut masih terjadi Dengan kekerasan yang sedang berlangsung terus menghancurkan kesepakatan damai dengan susah payah. Namun, Palestina dan pstabilitas erdamaian di Timur Tengah masih tampak sulit dipahami pada awal abad kedua puluh satu ini. Untuk itu, didirikanlah Pasukan Keamanan Nasional Palestina (NFS) dengan tujuan menjaga keamanan Palestina.
Pasukan Keamanan Nasional Palestina (NFS) didirikan 1993 adalah pasukan paramiliter dari Otoritas Nasional Palestina (PNA). Pasukan Keamanan Nasional Palestina terlibat dalam berbagai kegiatan yang meliputi antara lain, menjaga keamanan dan perlindungan dari Presiden Palestina dan Kepemimpinan Palestina. Mereka juga berfungsi secara umum sebagai lembaga penegak hukum. Direktur Jenderal Pasukan Keamanan Nasional Palestina adalah Mayor Jenderal Nasser Yousef.
Presiden Guard (PG) merupakan kekuatan yang terpisah, awalnya bukan bagian dari NSF. Sejak penandatanganan Persetujuan Oslo, pasukan ini beroperasi di daerah-daerah yang dikuasai oleh PNA.[9] Presiden Guard terdiri seluruhnya dari anggota yang setia pada Fatah. Hal ini bertanggung jawab untuk keamanan pribadi Presiden Otoritas Nasional Palestina dan tamu VIP nya. Awalnya terdiri dari sekitar 90 petugas di bawah Presiden Yasser Arafat, Pengawal Presiden telah meningkat menjadi 1.000 di bawah penggantinya Mahmoud Abbas pada tahun 2006.[10] Sehingga keamanan Palestina bisa terjaga dengan kekuatan yang dimilikinya.
Total kekuatan pasukan Otoritas Palestina pada Mei 2007 diperkirakan mencapai 176.500, dipecah sebagai berikut:[11]
·      Angkatan Keamanan Publik - 35.000
·      Kepolisian Sipil - 21.000
·      Pasukan Keamanan Preventif - 24.000
·      Militer, Polisi Angkatan Laut, 17 - 30.000
·      Keamanan Presiden - 57.000
·      Angkatan Operasi - 45.000
·      Polisi Pesisir, Pertahanan Sipil, Angkatan Udara, Bea dan Cukai Kepolisian dan Dinas Keamanan Universitas - 18.500
·      Intelijen Umum - 19.000
BADAN INTELIJEN PALESTINA
Intelijen ada seumur dengan keberadaan manusia. Idiom ini menjadi satu pembenaran untuk menegaskan keberadaannya. Intelijen tidak hanya dibutuhkan oleh negara-negara yang secara definitif sudah merdeka, tetapi juga badan-badan perjuangan kemerdekaan. Bahkan negara-negara yang sudah maju dalam bidang pertahanan dan keamanan masih tetap mengembangkan dinas intelijennya.[12] Begitu juga dengan Negara Palestina mengembangkan Badan Intelijen negaranya agar keamanan bisa tercipta ditengah percaturan politik dunia. Badan Intelijen Palestina disebut Mukhabbarat al-Amma adalah badan intelijen utama dari Otoritas Palestina. Tujuan utamanya adalah pengumpulan intelijen dalam dan luar negeri, dan kontra-spionase.[13]
 General Intelligence (Mukhabbarat al-Amma) Palestina Resmi didirikan dengan 1994 pada kesepakatan Kairo adalah lengan intelijen utama dari Otoritas Palestina (PA), yang terdiri dari sekitar 3.000 petugas. General Intelligence terlibat dalam pengumpulan intelijen dalam dan luar negeri, operasi spionase, dan pencegahan subversi dalam negeri. General Intelligence, dipimpin oleh Amin al-Hindi,  dan mengundurkan diri pada bulan Juli 2004 karena tuntutan luas untuk reformasi PA, dan serangkaian penculikan yang merusak otoritas dan berbicara dengan meningkatnya kekacauan di wilayah Palestina. Bertindak sebagai pengganti Al-Hindi itu, Tareq Abu Rajab, yang lolos dari upaya pembunuhan oleh seseorang bersenjata di Jalur Gaza pada akhir Agustus 2004.[14]


REFERENSI;
Buku;
Sayigh, Yezid (1999). Armed Struggle and the Search for State: The Palestinian National Movement, 1949–1993 (ed. illustrated). Oxford University Press.
Internet;
Abbas outlaws Hamas's paramilitary Executive Force. Richard Boudreaux, The Boston Globe, Diakses Tanggal 1 April 2015 Pukul 15.56 Wita
Perspektif Baru Keamanan Nasional, terdapat pada www.polarhome.com/pipermail/marinir/2005-september/000902.html Diakses Tanggal 31 Maret 2015 Pukul 15.30 Wita
U.S. training Fatah in anti-terror tactics. Matthew Kalman, San Francisco Chronicle, Diakses Tanggal 1 April 2015 Pukul 15.59 Wita
http://duniabaca.com/intelijen-negara-dalam-perspektif-ketatanegaraan-indonesia-dan-ketatanegaraan-islam.html Diakses Tanggal 9 April 2015 Pukul 09.54 Wita
http://kamus.cektkp.com/spionase/ Diakses Tanggal 31 Maret 2015 Pukul 15.35 Wita
http://www.amazine.co/25151/apa-itu-spionase-fakta-sejarah-informasi-lainnya/ Diakses Tanggal 31 Maret 2015 Pukul 15.48 Wita
http://www.artikel.majlisasmanabawi.net/kamus-spiritual/mengenal-negara-palestina/ Diakses Tanggal 31 Maret 2015 Pukul 15.02 Wita
http://www.cvni.net/radio/nsnl/nsnl089/nsnl89ps.html Diakses Tanggal 9 April 2015 Pukul 10.03 Wita
http://www.everyculture.com/No-Sa/Palestine-West-Bank-and-Gaza-Strip.html Diakses Tanggal 31 Maret 2015 Pukul 14.35 Wita
http://www.globalsecurity.org/intell/world/palestine/gi.htm Diakses Tanggal 9 April 2015 Pukul 11.09 Wita
https://www.jewishvirtuallibrary.org/jsource/Terrorism/palfactions.html Diakses Tanggal 1 April 2015 Pukul 16.08 Wita
www.voaindonesia.com/ Diakses Tanggal 31 Maret 2015 Pukul 14.47 Wita


[3] www.voaindonesia.com/ Diakses Tanggal 31 Maret 2015 Pukul 14.47 Wita
[4]Perspektif Baru Keamanan Nasional, terdapat pada www.polarhome.com/pipermail/marinir/2005-september/000902.html Diakses Tanggal 31 Maret 2015 Pukul 15.30 Wita
[5] http://kamus.cektkp.com/spionase/ Diakses Tanggal 31 Maret 2015 Pukul 15.35 Wita
[7] Sayigh, Yezid (1999). Armed Struggle and the Search for State: The Palestinian National Movement, 1949–1993 (ed. illustrated). Oxford University Press. hlm. 624
[9] Abbas outlaws Hamas's paramilitary Executive Force. Richard Boudreaux, The Boston Globe, Diakses Tanggal 1 April 2015 Pukul 15.56 Wita
[10] U.S. training Fatah in anti-terror tactics. Matthew Kalman, San Francisco Chronicle, Diakses Tanggal 1 April 2015 Pukul 15.59 Wita
[13] http://www.cvni.net/radio/nsnl/nsnl089/nsnl89ps.html Diakses Tanggal 9 April 2015 Pukul 10.03 Wita
[14] http://www.globalsecurity.org/intell/world/palestine/gi.htm Diakses Tanggal 9 April 2015 Pukul 11.09 Wita

Negosiasi & Drafting Perjanjian



PERANAN POWER DALAM NEGOSIASI
Studi Kasus: Negosiasi Nuklir
Antara Iran Dengan Negara-Negara P5+1
(AS,China, Rusia, Perancis, Jerman dan Inggris)











Tugas Kelompok 5

AMIR
1210521017
SARIFA HANA AHMAD
1210521006


ILMU HUBUNUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS EKNOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS FAJAR
MAKASSAR
2014/2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia yang telah diberikan, kami dapat menyusun makalah Negosisi & Drafting Perjanjian. Hubungan yang dilakukan oleh suatu negara dengan negara lain, tentu saja tidak bisa dilepaskan dengan hal diplomasi. Dalam diplomasi ini terdapat sebuah negosiasi yang bertujuan untuk memberikan keuntungan untuk kedua bela pihak.
Makalah ini disusun berdasarkan ruang lingkup pada aspek-aspek Peranan Power dalam negosiasi yang dilaksanakan oleh P5+1 (AS, Inggris, Perancis, Rusia, dan Cina Serta Jerman) dengan Iran Mengenai Program Nuklirnya. Dengan aspek tersebut dapat di harapkan menjadi pedoman dalam proses belajar dalam mata kuliah Negosisi & Drafting Perjanjian dengan dosen pengasuh Claudia , S.IP., MA
Semoga makalah ini dapat memberikan kontribusi positif. Dan dari lubuk hati yang paling dalam, sangat disadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan  kritik yang membangun kami diharapakan.

 Makassar, 28 Maret 2015


Penulis








DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................................. ii
DAFTAR ISI........................................................................................................... iii
BAB I : PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A.    Latar Belakang..................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah................................................................................ 3
BAB II : PEMBAHASAN...................................................................................... 4
A.    Pengertian Negosiasi............................................................................ 4
B.     Negosias Nuklir Iran dengan DK-PBB (P5+1).................................... 7
BAB III : PENUTUP.............................................................................................. 10
A. Kesimpulan........................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 11

 
BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Konflik yang terjadi di sebuah negara merupakan hal yang lazim terjadi di era modern sekarang ini. Berbagai perbedaan antara sebuah kelompok tidak jarang mengalami eskalasi. Begitu pula dengan konflik Internasional yang terjadi antara dua negara atau lebih. Permasalahan utama yang muncul adalah kurangnya koordinasi satu sama lain negara-negara yang  berkonflik serta organisasi Internasional yang terkait begitu juga akan minimnya kesadaran anggota masyarakat di tiap negara. Pengetahuan tentang  pengelolaan konflik banyak memiliki prinsip dan berbagai cara alternatif untuk  pemecahannya daripada sekadar proses hukum. Diharapkan dengan menggunakan cara alternatif seperti melakukan negosiasi bisa menemukan jalan keluar dan keuntungan bagi kedua Negara yang sedang melakukan negosiasi.
Sebagai contoh Negosiasi Program Nuklir Iran dengan DK-PBB yang meskipun telah menjadi fokus internasional, program nuklir Iran dan aktifitasnya tersebut mulai menjadi fokus perhatian dunia secara lebih intens dari sebelumnya ketika pada bulan Februari 2003, Presiden Iran Mohammad Khatami mengumumkan melalui siaran televise mengenai keberadaan fasilitas nuklir Natanz, dan fasilitas nuklir lainnya. Serta secara resmi mengundang IAEA untuk melakukan kunjungan inspeksi ke fasilitas-fasilitas nuklir tersebut.[1]
Pada bulan September 2003 International Atomic Energy Agency atau biasa disebut IAEA yang dipimpin oleh Mohamad El Baradei melakukan kunjungan ke Iran untuk meninjau langsung program nuklir Iran. Dalam kunjungan tersebut, IAEA menyatakan bahwa Iran dianggap gagal dalam melaksanakan perjanjian keamanan terkait program nuklir yang mereka miliki. Kegagalan tersebut terkait dengan beberapa hal yaitu penyembunyian informasi terkait dengan desain bangunan dan kontruksi fasilitas milik Iran yang baru dibangun dan tidak adanya laporan terkait dengan pengolahan dan impor uranium ke IAEA.[2]
Kemudian pada bulan Juli 2003 laporan pendahuluan hasil kunjungan inspeksi IAEA ke fasilitas nuklir Iran dipublikasikan. Pada September 2003 IAEA memberikan ultimatum kepada Iran untuk memberikan keterangan lengkap dan detail mengenai program nuklir dan fasilitas-fasilitasnya.[3] Laporan IAEA ini mendapat perhatian lebih terutama dari Negara-negara seperti Amerika Serikat, Uni Eropa.
Argumen utama pemerintah Amerika Serikat dapat dikatakan serupa dengan argumen yang diketengahkan pada masa pemerintahan Presiden Clinton. Yaitu, Iran adalah negara yang kaya dengan sumber daya alam minyak dan gas, sehingga tidak membutuhkan tenaga nuklir sebagai sumber energi. Dalam persepsi Amerika Serikat program nuklir Iran memiliki tujuan sebagai senjata pemusnah massal. Amerika Serikat kemudian berupaya untuk menekan Iran agar membatalkan program nuklirnya dengan melakukan penerapan sanksi unilateral dan juga melalui upaya untuk membawa isu nuklir Iran kedalam Dewan Keamanan PBB. Program nuklir sendiri sebenarnya sudah dimulai sejak lama dan merupakan salah satu kepentingan nasional Iran yang ditujukan sebagai sumber energy alternatif. Program nuklir tersebut juga merupakan hak sah yang dimiliki oleh setiap Negara anggota NPT (Non Proliferation Treaty).
Apabila melihat dari konteks sejarah, program nuklir Iran ini justru pernah mendapatkan dukungan Amerika Serikat melalui berbagai perjanjian kerjasama seperti Pada tahun 1957, Iran dan Amerika Serikat menandatangani perjanjian kerjasama nuklir untuk tujuan sipil. Perjanjian ini merupakan bagian dari Program Atom Damai Amerika Serikat. Perjanjian tersebut, selain menyediakan bantuan tenaga ahli dan pasokan beberapa kilogram Uranium, juga dimaksudkan untuk memfasilitasi kerjasama dalam bidang penelitian mengenai manfaat dan kegunaan nuklir untuk tujuan damai[4]. Terutama pada era pemerintahan Shah Reza Pahlevi yaitu sebelum terjadinya Revolusi Islam pada tahun 1979.
Hubungan yang semakin memburuk antara kedua negara tersebut terlihat dari reaksi Amerika Serikat dalam kasus ini berupa usaha pemberian sanksi-sanksi kepada Iran seperti menjatuhkan sanksi ekonomi dengan membekukan semua transaksi keuangan yang terindikasi berkaitan dengan bank sentral Iran dan memblokir semua aset pemerintah Iran di AS. Sedangkan embargo minyak mempersempit ruang gerak perekonomian Iran. Tujuan dari sanksi itu sederhana saja: untuk menaikkan biaya dari semua kegiatan jual-beli yang terkait dengan minyak Iran hingga menimbulkan kesulitan sedemikian rupa bagi para mitra dagangnya dalam berbisnis dengan Iran. Kesulitan melakukan transaksi keuangan akan menyebabkan Iran ditinggalkan oleh semua mitra dagangnya, perekonomian Iran akan melemah dan memaksa negara itu kembali ke meja perundingan.[5]
Untuk itu dalam melakukan negosiasi pasti sering terjadi kendala, masalah dan perbedaan pendapat. Maka, untuk mengatasi masalah tersebut baik dari Pihak P5+1 (AS,China, Rusia, Perancis, Jerman dan Inggris) maupun pihak Iran harus pintar-pintar menggunakan Power mereka dalam melakukan negosiasi. Sehingga, kita akan melihat bagaimana peranan Power dalam negosiasi nuklir ini agar mendapatkan hasil yang terbaik untuk kepentingan masing-masing ?

B.  Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang ingin dijawab adalah sebagai berikut;
1.    Bagaimana Pengertian dan Pembagian Jenis-Jenis Negosiasi Berdasarkan Obyektifitasnya ?
2.    Bagaimana Peran Power dalam Negosiasi antara Iran dengan P5+1 guna terpenuhinya kebutuhan kedua kubu Negara tersebut ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Negosiasi
Negosiasi merupakan tawar menawar dengan cara perundingan untuk memberi dan menerima kesepakatan bersama, mengenai sesuatu hal bagi kepentingan masing-masing pihak. Negosiasi[6] juga dapat dianggap sebagai salah satu cara pengambilan keputusan bersama yang dapat dikenali, harus dibedakan dari koalisi, dimana pilihan dibuat dengan agrgeat angka (Seperti Voting), dan ajudikasi, dimana pilihan dibuat secara hierarkis oleh seorang hakim yang mengumpulkan nilai-nilai dan kepentingan yang bertentangan menjadi keputusan tunggal.
Di dalam bernegosiasi prinsip dasar yang harus sama-sama disadari adalah adanya prinsip memberi dan menerima. Namun seberapa besar porsi memberi dan porsi menerima tergantung kepada kemampuan bernegosiasi. Semakin tinggi kemampuan seseorang bernegosiasi, semakin banyak akan menerima keuntungan dari proses negosiasi. Demikian juga sebaliknya, semakin rendah kempuan seseorang bernegosiasi, semakin kecil keuntungan dari proses negosiasi dan bahkan mungkin bisa menimbulkan kerugian yang tidak diinginkan.
Oleh karena itu, seorang Diplomat harus dapat menjadi negosiator yang ulung, yang dapat mengetahui secara pasti kapan harus memberi atau menerima wacana yang dinegosiasikan. Seorang negosiator haruslah memiliki daya peka/kepekaan yang tinggi terhadap situasi dan suasana di dalam proses negosiasi. Daya peka tersebut dapat digunakan oleh seorang negosiator untuk menekan lawannya. Kemampuan negosiasi tidak hanya digunakan untuk menekan lawan negosiasi, tetapi juga merupakan teknik untuk membela diri pada saat tertekan.
Teknik bernegosiasi bukanlah teknik pandai berbicara, namun lebih kepada teknik berbicara pada saat dan situasi yang tepat. Negosiasi adalah seni, yang dapat dipelajari dan bersifat unik karena selain dapat menguntungkan atau merugikan pihak lawan, dapat juga sebagai proses kerja sama/kolaborasi dua Negara yang berbeda kepentingan dengan tujuan akhir hasil yang terbaik bagi kedua belah pihak.
Kunci sukses negosiasi bukanlah bagaimanana proses negosiasi itu sendiri yang dapat dianggap permainan ataupun sandiwara, namun perencanaan yang handal sebelum dilakukannya negosiasi. Sehingga, dalam hal bagaimana kesepakatan terbentuk antar ke dua belah pihak maka terdapat dua jenis negosiasi berdasarkan Obyektifitasnya yang dilihat dari keuntungan yang dihasilkan. Dua jenis negosiasi[7] tersebut adalah sebagai berikut;
1.      Distributive Negotiation
Negosiasi yang dideskripsikan seperti setiap pihak akan bersaing untuk mendapatkan keuntungan lebih dan kerugian  bagi pihak lain. Contoh dari negosiasi ini adalah ketika Indonesia bersengketa dengan Malaysia soal kepemilikan pulau Sipadan dan Ligitan. Indonesia akhirnya harus merugi. Contoh lain dari distributive negotiation adalah Kasus eksploitasi hasil laut dan perikanan secara berlebihan yang mengancam ekosistem laut antara Indonesia dengan negara-negara lain, seperti maraknya penyelundupan di selat malaka yang mengeruk ikan di wilayah Indonesia sehingga  berdampak merugikan Indonesia khususnya para nelayan. Hal tersebut meluas ke sejumlah forum dunia diantaranya konferensi PBB tentang  pembangunan rio de be janneiro, Brazil.[8]
2.      Integrative Negotiation.
Dalam negosiasi jenis ini, pihak-pihak yang terlibat akan bekerja sama untuk mencapai keuntungan maksimal dengan mengintegrasikan kepentingan mereka (Harvard Business Essentials, 2003). Contoh dari negosiasi ini adalah seperti ketika negara-negara  pendiri ASEAN sepakat untuk mendirikan ASEAN. Contoh lain dari integrative negotiation adalah penyelesaian masalah syuriah dengan AS yang berhasil mencapai kesepakatan untuk meminta syuriah melucuti senjata kimia dengan usaha presiden Barack Obama menunda rencana intervensi militer yang berujung perdamaian.[9]
Jadi, dari dua jenis negosiasi diatas penulis menggunakan jenis kedua untuk menganalisis sebuah kasus yakni Integrative Negotiation dimana dalam negosiasi jenis ini, pihak-pihak yang terlibat akan bekerja sama untuk mencapai keuntungan maksimal dengan mengintegrasikan kepentingan mereka. Kepentingan yang dimiliki setiap Negara dalam melakukan negosiasi bisa menjadikan kekuatan nasional terpenuhi dan menjadi power bagi Negara tersebut. Sehingga, kekuatan nasional tersebut bisa dijadikan daya saing tinggi dalam melakukan negosiasi.
Kekuatan nasional pada hakikatnya merupakan salah satu unsur dalam Hubungan Internasional yang sangat kompleks dan tidak dapat diukur dengan ukuran yang jelas dan pasti. Kekuatan nasional[10] adalah hasil pemikiran yang berdasarkan kajian empiris antar Negara berdasarkan kekuatan nasional yang digunakan untuk mengadakan Hubungan Internasional yang dapat berupa kerjasama maupun konflik antar Negara. Power yang dimaksud bisa berupa kekayaan sumber daya alam yang dimilikinya maupun kecanggihan tekhnologi yang dimiliki Negara tersebut.
Peran power dalam melakukan negosiasi bisa sangat berpengaruh dalam tercapainya kepentingan antar kedua belah pihak dalam hal kerjasama ataupun bisa menjadi konflik. Sebagai contoh Negosiasi Nuklir Iran dengan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa AS, Inggris, Perancis, Rusia, dan Cina Serta Jerman (P5+1).



B.  Negosiasi Nuklir Iran dengan DK-PBB (P5+1)
Sebuah power dapat memberikan kekuatan “ekstra” kepada seorang negosiator dalam menunjukkan kemampuannya bernegosiasi untuk mencapai tujuannya. Power pada hakekatnya adalah kemampuan untuk membawa dan mengendalikan diri sendiri, mengendalikan orang lain, mengendalikan peristiwa-peristiwa dalam segala situasi, sehingga menjadikan keinginan kita dapat terlaksana dan tercapai.[11]
Dengan munculnya senjata pemusna masal dalam hal ini nuklir, yang dimiliki oleh setiap Negara didunia maka akan mengancam keamanan system internasional dan juga keamanan dalam negeri suatu Negara. karena senjata jenis tersebut dapat digunakan kapan saja dengan jarak tempuh berapapun dapat digunakan menghancurkan sebuah Negara. keberadaan senjata nuklir ini hanya memberikan kecemasan pada Negara yang tidak memiliki dan memberikan keuntungan bagi yang memilikinya. Ada beberapa Negara yang mulai memanfaatkannya dan memiliki senjata pemusna missal ini, sedikitnya lima Negara yang memiliki persediaan senjata nuklir.
Selain lima Negara tersebut, ada pula yang tertarik untuk memiliki dan mengembangkan senjata nuklir yaitu Iran. Isu nuklir Iran merupakan salah satu isu penting yang dapat mempengerahui hubungan multilateral dengan Negara-negara P5+1 (AS,China, Rusia, Perancis, Jerman dan Inggris). Iran menjadi sorotan dunia karena diduga melakukan pengembangan uranium. Sehingga, Iran harus ke meja perundingan untuk menyelesaikannya.
Dalam negosiasi ini akan membahas mengenai program nuklir Iran, Dimana Iran memperjuangkan agar sanksi Ekonomi yang dijatuhkan kenegaranya bisa dicabut. Hal ini disambut baik oleh Negara-negara P5+1 (AS,China, Rusia, Perancis, Jerman dan Inggris)yang terbukti dengan kekuatan utama dunia diam-diam telah mulai pembicaraan tentang resolusi Dewan Keamanan PBB, soal upaya mencabut sanksi PBB terhadap Iran jika perjanjian nuklir disepakati.
Bagi Negara P5+1 (AS,China, Rusia, Perancis, Jerman dan Inggris) jika mereka sepakat untuk mencabut sanksi itu maka mereka juga menginginkan sesuatu dari Negara Iran. Untuk itu, negosiasi nuklirpun dimulai di Ibukota Austria, Wina selama lima hari[12] sejak empat putaran sanksi PBB telah gagal memaksa Iran menghentikan pengayaan uranium dan kembali ke meja perundingan yang terputus 13 bulan lalu.[13] Iran dan enam kekuatan dunia melakukan pembicaraan untuk menyelesaikan kesepakatan nuklir tersebut paling lambat Maret 2015, sebelum mencapai kesepakatan akhir Juni mendatanguntuk mengekang kegiatan Nuklir Iran setidaknya 10 tahun untuk imbalan pencabutan sanksi secara bertahap.[14]
Meskipun enam kekuatan dunia yang terlibat negosiasi damai program nuklir Iran telah bekerja keras menyelesaikan perbedaan, keraguan lahirnya kesepakatan masih mewarnai pembicaraan damai ini. Bahkan tim negosiator mengaku sulit mencapai kesepakatan terutama mengenai isu kunci[15] yaitu pengayaan uranium dan sanksi ekonomi. Walaupun Iran ditekan secara diplomatik oleh negara-negara kekuatan dunia seperti AS, Rusia, Tiongkok, Inggris, Perancis dan Jerman. Akan tetapi Arah pembicaraan ini akan menuju kesepakatan nyata dan substansial dalam program nuklir Iran.
Presiden Iran Hassan Rouhani menyebut “sudah ada kemajuan dalam pembicaraan dan sebagian besar kesenjangan dalam pembicaraan sudah dihapus. Sedangkan menurut Mentri Luar Negeri AS John Kerry “negosiasi masih dalam keadaan sulit akan tetapi kami akan melakukan kemajuan dalam hal ini dan kami melihat Pemerintah Iran sangat tangguh dalam memertahankan program nuklir mereka. [16]
Sementara itu, Presiden AS Barack Obama menyuarakan optimisenya akan tercapainya dalam beberapa minggu “Tujuan kami adalah untuk kesepakatan damai, meskipun ini dilakukan dalam hitungan minggu bukan bulan” kata Obama kepada The Huffington Post, seperti dilansir Xinhua, Minggu 22 Maret.[17] Pembicaraan damai program nuklir ini memang tengah giat dilakukan untuk mencapai akhir yang menguntungkan baik Negara Iran maupun Negara-negara P5+1 (AS,China, Rusia, Perancis, Jerman dan Inggris).
Menurut Presiden Iran dan Amerika Serikat “Meskipun terdapat beberapa kemajuan dalam putaran pembicaraan ini, kesenjangan tetap ada pada isu-isu tertentu”. Untuk mengatasi hal tersebut maka antara Iran dengan Negara-negara P5+1 (AS,China, Rusia, Perancis, Jerman dan Inggris) harus melakukan kompromi dalam mengambil langkah-langkah terakhir menuju kesepakatan damai dan bekerjasama dengan tujuan untuk mengamankan hasil yang baik menuju tercapainya perdamaian nuklir Iran.












BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Negosiasi memiliki banyak arti dan salah satunya diartikan sebagai proses diskusi antara beberapa pihak dengan tujuan preventif, menyelesaikan masalah, maupun resolusi konflik. Di dalam bernegosiasi prinsip dasar yang harus sama-sama disadari adalah adanya prinsip memberi dan menerima. Dalam hal inilah negosiasi dapat berjalan sesuai keinginan kedua negosiator. Kunci sukses negosiasi bukanlah bagaimanana proses negosiasi itu sendiri yang dapat dianggap permainan ataupun sandiwara, namun perencanaan yang handal sebelum dilakukannya negosiasi. Sehingga, dalam hal bagaimana kesepakatan terbentuk antar ke dua belah pihak maka terdapat dua jenis negosiasi berdasarkan Obyektifitasnya yaitu Distributive Negotiation dan Integrative Negotiation.
Keberadaan energi nuklir membawa sebuah keadaan dilematis antara keuntungannya sebagai sumber energi alternatif dan ketakutan akan kemunculan senjata pemusnah massal. Hal inilah yang kemudian menjadi salah satu isu konflik antara Iran dan P5+1 (AS,China, Rusia, Perancis, Jerman dan Inggris). Walaupun program nuklir Iran sudah ada sejak zaman Pemerintahan Shah Reza Pahlevi. Untuk mengatasi hal tersebut maka dilaksanakanlah negosiasi nuklir iran dengan Negara-negara P5+1 (AS,China, Rusia, Perancis, Jerman dan Inggris). Dalam negosiasi dapat kita lihat peneran power yang sangat menentukan terjalinnya negosiasi yang baik. Di pihak Iran Power yang ditunjukkan adalah Negara tersebut akan terus mengembangkan uranium jika sanksi ekonomi yang dijatuhkan oleh Amerika Serikat tidak dicabut, sedangkan di pihak P5+1 (AS,China, Rusia, Perancis, Jerman dan Inggris) akan melakukan embargo ke Negara Iran tidak mau menghentikan pengayaan uranium yang diklaim akan mengancam Amerika Serikat.

DAFTAR PUSTAKA
Buku;
Adirini Pujayanti. 2012. Sanksi Ekonomi terhadap Iran dan Dampak Internasionalnya.
Carlsnaes, Walter, Thomas Risse, dan Beth A Simmons. 2013. Handbook Hubungan  Internasional. Bandung: Nusa Media.
Lumumba, Patrice. 2013. Negosiasi dalam Hubungan Internasional. Graha Ilmu. Yogyakarta. 
Lewichi, Roy J, et.al. (2003). Negotiation: Exercise, Reading, and Cases, New York. Mac Graw-Hill
Mohammad Sahimi, “Iran’s Nuclear Program, Part I: Its History”, Payvand’s Iran News, Diakses dari www.Payvand.com, pada 28 Maret 2014
Morgenthau, Hans J. 1978. Politik Antar Bangsa. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Mousavi, Mohammad Ali dan Yasser Norouzi, 2010. Iran-US Nuclear Standoff: A Game Theory Approach, Iranian Review of Foreign Affairs, 1 (1), hal. 121 – 152.
US Department of State, "Atoms for Peace Agreement with Iran," Department of State Bulletin 36 (15 April 1957), Hlm, 629; dalam Daniel Poneman, Nuclear Power in the Developing World, (London: George Allen & Unwin, 1982), Hlm, 84
Walter Carlsnaes, Thomas Risse, dan Beth A Simmons. 2013. Handbook Hubungan  Internasional. Bandung: Nusa Media.
Roy J Lewichi, et.al. (2003) Negotiation: Exercise, Reading, and Cases, New York. Mac Graw-Hill

Internet;
http://www.gatra.com/2003-07-08/artikel.php?id=29848, diakses pada 8 Juli pukul:01.53 WITA.
Surat Kabar;
Harian Kompas, 1 Oktober 2013
Harian Fajar. 14 Maret 2015. Hal. 7
Harian Fajar. 21 Maret 2015. Hal.7
Harian Fajar. 23 Maret 2015. Hal. 7


[1] Mohammad Sahimi, “Iran’s Nuclear Program, Part I: Its History”, Payvand’s Iran News, Diakses dari www.Payvand.com, pada 28 Maret 2015
[2] Mousavi, Mohammad Ali dan Yasser Norouzi, 2010. Iran-US Nuclear Standoff: A Game Theory Approach, Iranian Review of Foreign Affairs, 1 (1), hal. 121 – 152.
[3] Op., Cit. Diakses dari www.Payvand.com, pada 28 Maret 2015
[4] US Department of State, "Atoms for Peace Agreement with Iran," Department of State Bulletin 36 (15 April 1957), Hlm, 629; dalam Daniel Poneman, Nuclear Power in the Developing World, (London: George Allen & Unwin, 1982), Hlm, 84
[5] Adirini Pujayanti. 2012. Sanksi Ekonomi terhadap Iran dan Dampak Internasionalnya. Hal. 6
[6] Walter Carlsnaes, Thomas Risse, dan Beth A Simmons. 2013. Handbook Hubungan  Internasional. Nusa Media. Bandung. Hal. 447
[7] Roy J Lewichi, et.al. (2003) Negotiation: Exercise, Reading, and Cases, New York. Mac Graw-Hill
[8] Harian Kompas, 1 Oktober 2013. Hal. 9
[9] Ibid
[10] Morgenthau, Hans J. 1978. Politik Antar Bangsa. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Jakarta
[11] Patrice Lumumba. 2013. Negosiasi dalam Hubungan Internasional. Graha Ilmu. Yogyakarta. 
    Hal. 59
[13] Adirini Pujayanti. 2012. Sanksi Ekonomi terhadap Iran dan Dampak Internasionalnya. Hal. 1
[14] Harian Fajar. 14 Maret 2015. Hal. 7
[15] Harian Fajar. 21 Maret 2015. Hal.7
[16]http://nationalgeographic.co.id/berita/2014/11/negosiasi-nuklir-iran-diperpanjang-7-bulan-lagi diakses tanggal 28 Maret 2015, pukul. 21.28 Wita
[17] Harian Fajar. 23 Maret 2015. Hal. 7